BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Semua negara mengakui bahwa demokrasi
sebagai alat ukur dari keabsahan politik. Kehendak rakyat adalah dasar utama
kewenangan pemerintahan menjadi basis tegaknya sistem politik demokrasi.
Demokrasi meletakkan rakyat pada posisi penting, hal ini karena masih memegang
teguh rakyat selaku pemegang kedaulatan. Negara yang tidak memegang demokrasi
disebut negara otoriter. Negara otoriter pun masih mengaku dirinya sebagai
negara demokrasi. Ini menunjukkan bahwa demokrasi itu penting dalam kehidupan
bernegara dan pemerintahan. Sejak merdeka, perjalanan kehidupan demokrasi di
Indonesia telah mengalami pasang surut. Dari Demokrasi Parlementer/Liberal (1950–1959),
Demokrasi Terpimpin (1959–1966) dan Demokrasi Pancasila (1967–1998). Tiga model
demokrasi ini telah memberi kekayaan pengalaman bangsa Indonesia dalam
menerapkan kehidupan demokrasi. Setelah reformasi demokrasi yang diterapkan di
Indonesia semakin diakui oleh dunia luar. Reformasi telah melahirkan empat
orang presiden. Mulai dari BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati hingga
Susilo Bambang Yudhoyono.
Demokrasi
merupakan topik yang semakin menarik untuk dikaji, baik oleh kalangan akademisi
maupun politisi. Khusus mengenai demokrasi Indonesia, akhir-akhir ini sangat
menarik perhatian masyarakat, baik yang ada di dalam negeri maupun yang ada di luar negeri. Ketertarikan itu
terjadi karena orang menaruh harapan sangat besar akan terjadinya transisi
menuju kehidupan politik yang lebih baik di Indonesia.
Arus demokratisasi yang semakin menyebar Asia Timur dan
Asia Tenggara merupakan contoh konkrit terjadinya transisi menuju
demokratisasi. Malaysia misalnya, sudah lama mempraktekkan demokratisasi
konsosiasional. Thailan juga sudah memperlihatkan perubah yang sangat
substanssif dalam kehidupan politiknya yang demokratik. Logikanya, kalau di
negara-negara tetangga tersebut, telah terjadi perubahan politik yang fundamental,
mestinya Indonesia pada gilirannya akan mengalami perubahan yang sama. Tentunya
perubahan kearah demkratisasi sangatlah didambakan oleh seluruh masyarakat
Indonesia.
Berbicara
tentang demokrasi di Indonesia, kita memerlukan suatu persyaratan khusus, yaitu
dilepaskannya semacam "bias: dan etnosentrisme. Etnocentrisme harus
dihindarkan karena pandangan demikian tidak objektif. Etnosentrisme membuat kita
selalu memandang apa yang kita miliki sekarang ini adalah yang terbaik, sedang
yang pada orang lain tidak baik.
Modul
ini mencoba membahas tentang perjalanan demokrasi politik Indonesia, sejak pasca -kemerdekaan hingga sekarang. Tentu
saja, yang akan diungkapkan adalah karakter
utama demokrasi itu sendiri (principal features), karena tidak mungkin
mengungkapkan secara menyeluruh setiap demokrasi pada zamannya.
Sebelum
sampai pada pembicaraan tersebut, kita akan membahas makna universal dari apa yang
disebut dengan demokrasi. Dengan demikian, kita mempunyai titik-tolak untuk
menentukan standar pengukuran penampilan demokrasi Indonesia dari waktu ke
waktu.
B. PERUMUSAN MASALAH
Adapun
yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a.
Pengertian dari demokrasi
b.
Sejarah Demokrasi di Indonesia
c.
Bentuk-Bentuk Demokrasi di Indonesia
d.
Perkembangan Demokrasi di Indonesia
e.
Kelebihan dan Kekurangan Demokrasi
C. TUJUAN
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah:
a.
Untuk mengetahui hakekat demokrasi
b.
Agar lebih menghayati demokrasi Pancasila
c.
Untuk mengetahui perkembangan demokrasi di Indonesia
d.
Agar dapat mengimplementasikan demokrasi Pancasila
secara benar di Era Reformasi seperti sekarang ini
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
DEMOKRASI
Parah
ahli berbeda pendapat dalam membuat pengertian Demokrasi. Pengertian Demokrasi
Menurut Para Ahli - Selain pengertian umum demokrasi diatas, terdapat juga
beberapa pendapat para ahli yang mendefinisikan pengertian demokrasi.
Pengertian demokrasi menurut para ahli adalah sebagai berikut :
1.
Menurut Abraham
Lincoln Demokrasi adalah sistem pemerintah yang diselenggaran dari rakyat,
oleh rakyat dan untu rakyat.
2.
Menurut Charles
Costello pengertian demokrasi adalah sistem sosial dan politik
pemerintahan diri dengan kekuasaan-kekuasaan pemerintah yang dibatasi dengan
hukum dan kebiasaan untuk melindungi hak-hak perorangan warga Negara
3.
Menurut Hans
Kelsen Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Yang
melaksanakan kekuasaan negara ialah wakil-wakil rakyat yang terpilih. Dimana
rakyat telah yakin, bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan diperhatikan
di dalam melaksanakan kekuasaan negara.
4.
Menurut Merriem
Demokrasi didefinisikan sebagai pemerintahan oleh rakyat, khususnya, oleh
mayoritas; pemerintahan di mana kekuasan tertinggi tetap pada rakyat dan
dilakukan oleh mereka baik secara langsung atau tidak langsung melalui sebuah
sistem perwakilan yang biasanya dilakukan dengan cara mengadakan pemilu bebas
yang diadakan secara periodik; rakyat umum khususnya untuk mengangkat sumber
otoritas politik; tiadanya distingsi kelas atau privelese berdasarkan keturunan
atau kesewenang-wenangan.
5.
Menurut Sidney
Hook Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan
pemerintah yang penting secara langsung atau tidak didasarkan dari kesepakatan
mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
6.
Menurut John L.
Esposito Demokrasi adalah kekuasaan dari dan untuk rakyat. Oleh karenanya,
semuanya berhak untuk berpartisipasi, baik terlibat aktif maupun mengontrol
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Selain itu, tentu saja lembaga
resmi pemerintah terdapat pemisahan yang jelas antara unsur eksekutif,
legislatif, maupun yudikatif.
B.
SEJARAH DEMOKRASI DI INDONESIA
Sejak
Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal 17 Agustus
1945, para Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui UUD 1945
(yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945) telah menetapkan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia menganut paham atau ajaran demokrasi, dimana
kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan Rakyat dan dilaksanakan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dengan demikian berarti
juga NKRI tergolong sebagai negara yang menganut paham Demokrasi Perwakilan
(Representative Democracy).
Penetapan
paham demokrasi sebagai tataan pengaturan hubungan antara rakyat disatu pihak
dengan negara dilain pihak oleh Para Pendiri Negara Indonesia yang duduk di
BPUPKI tersebut, kiranya tidak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa sebagian
terbesarnya pernah mengecap pendidikan Barat, baik mengikutinya secara langsung
di negara-negara Eropa Barat (khususnya Belanda), maupun mengikutinya melalui
pendidikan lanjutan atas dan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia sejak beberapa dasawarsa sebelumnya,
sehingga telah cukup akrab dengan ajaran demokrasi yang berkembang di
negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Tambahan lagi suasana pada saat
itu (Agustus 1945) negara-negara penganut ajaran demokrasi telah keluar sebagai
pemenang Perang Dunia-II.
Didalam
praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal kemerdekaan hingga saat ini,
ternyata paham demokrasi perwakilan yang dijalankan di Indonesia terdiri dari
beberapa model demokrasi perwakilan yang saling berbeda satu dengan lainnya.
1. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Pengertian
dan pelaksanaan demokrasi disetiap negara berbeda, hal ini ditentukan oleh
sejarah, budaya dan pandangan hidup, dan dasar negara serta tujuan negara
tersebut. Sesuai dengan pandangan hidup dan dasar negara, pelaksanaan demokrasi
di Indonesia mengacu pada landasan idiil dan landasan konstitusional UUD 1945.
Dasar demokrasi Indonesia adalah kedaulatan rakyat seperti yang tercantum dalam
pokok pikiran ketiga pembukaan UUD 1945: “Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat berdasar kerakyatan, permusyawaratan/perwakilan”.
Pelaksanaannya didasarkan pada UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) “Kedaulatan berada
ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”.
Negara
Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang berusaha untuk membangun
sistem politik demokrasi sejak menyatakan kemerdekaan dan kedaulatannya pada
Tahun 1945. Namun, banyak kalangan berpendapat bahwa sesungguhnya Negara
Indonesia hingga sekarang ini masih dalam tahap “ demokratisasi” artinya,
demokrasi yang kini di bangun belum benar-benar berdiri dengan mantap.
Sejak
awal kemerdekaan Negara Indonesia berbagai hal berkenaan dengan hubungan Negara
dan masyarakat telah diatur di dalam UUD 1945 para founding father (pendiri
Negara) berkeinginan kuat sistem politik Indonesia mampu mewujudkan
pemerintahan yang melindungi segenap tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum dan ikut serta dalam perdamaian dunia.
Pelaksanaan
demokrasi di Indonesia dalam perjalanannya mengalami pasang surut. Hal itu di
tandai dengan perubahan bentuk demokrasi yang pernah di laksanakan di
Indonesia.
Miriam
Boedihardjo menyatakan bahwa dipandang dari sudut perkembangan sejarah
demokrasi Indonesia sampai dengan masa Orde Baru dapat dibagi dalam tiga masa,
yaitu:
1.
Masa Republik I yang dinamakan masa demokrasi
parlementer;
2.
Masa Republik II, yaitu masa demokrasi terpimpin;
3.
Masa Republik III, yaitu masa demokrasi Pancasila yang
menonjolkan sistem presidensial.
Pelaksanaan
demokrasi di Indonesia dapat dibagi kedalam lima periode.
1.
Pelaksanaan demokrasi masa revolusi (1945-1950)
2.
Pelaksanaan demokrasi masa Orde Lama
a.
Masa demokrasi liberal (1950-1959)
b.
Masa demokrasi terpimpin (1959-1965)
3.
Pelaksanaan demokrasi masa Orde Baru (1966-1998)
4.
Pelaksanaan demokrasi masa transisi (1998-1999)
5.
Pelaksanaan demokrasi masa Reformasi (1999-sekarang).
C.
BENTUK-BENTUK DEMOKRASI
1. Demokrasi Berdasarkan Penyaluran Kehendak Rakyat
a.
Demokrasi Langsung (Direct Democracy): Pengertian
demokrasi langsung adalah demokrasi yang secara langsung dalam melibatkan
rakyat untuk pengambilan keputusan terhadap suatu negara. Demokrasi langsung,
rakyat secara langsung berpartisipasi dalam pemilihan umum dan menyampaikan
kehendaknya.
b.
Demokrasi Tidak Langsung (Indirect Democracy): Pengertian
demokrasi tidak langsung adalah demokrasi yang tidak secara langsung melibatkan
seluruh rakyat suatu negara dalam pengambilan keputusan. Demokrasi tidak
langsung, rakyat menggunakan wakil-wakil yang telah dipercaya untuk
menyampaikan aspirasi dan kehendaknya. Sehingga dalam demokrasi tidak langsung
wakil rakyat terlibat secara langsung dengan menajd perantara seluruh
rakyat.
2. Demokrasi Berdasarkan Fokus Perhatiannya
a.
Demokrasi Formal: Pengertian demokrasi formal adalah
demokrasi yang berfokus dari bidang politik tanpa mengurangi kesenjangan
ekonomi
b.
Demokrasi Material: Pengertian demokrasi material
adalah demokrasi yang berfokus di bidang ekonomi tanpa mengurangi kesenjangan
politik.
c.
Demokrasi Gabungan: Pengertian demokrasi gabungan
adalah demokrasi yang berfokus sama besar baik di bidang politik dan
ekonomi.
3. Demokrasi Berdasarkan Prinsip Ideologi
a.
Demokrasi Liberal: Pengertian demokrasi liberal
adalah demokrasi yang didasarkan dari hak individu suatu warga negara. Demokrasi
liberal dimana setiap individu dapat mendominasi dalam demokrasi ini.
Pemerintah tidak akan banyak ikut campur dalam kehidupan masyarakat dimana
pemerintah memiliki kekuasaan terbatas. Demokrasi liberal disebut juga dengan
demokrasi konstitusi yang dibatasi oleh konstitusi.
b.
Demokrasi Komunis: Pengertian demokrasi komunis adalah
demokrasi yang berdasarkan dari hak pemerintah di negaranya dimana pemerintah
mendominasi atau kekuasaan tertinggi dipegang oleh penguasa atau pemerintah.
Demokrasi komunis tidak dibatasi dan bersifat totaliter yang membuat hak setiap
individu tidak ada pengaruhnya pada pemerintah.
c.
Demokrasi Pancasila: Pengertian demokrasi pancasila
adalah demokrasi yang didasarkan dari ideologi Indonesia, yaitu Pancasila
berdasrkan dari tata sosial dan budaya bangsa Indonesia. Demokrasi Pancasila
merupakan yang dianut Indonesia.
4. Demokrasi Normatif dan Demokrasi Empirik
Dalam
ilmu politik, dikenal dua macam pemahaman tentang demokrasi, yaitu pemahaman
normatif dan pemahaman secara empirik. Untuk pemahaman empirik disebut juga sebagai procedural
democracy. Dalam pemahaman normatif, semokrasi merupakan sesuatu yang
secara idiil hendak dilakukan atau diselenggarakan oleh sebuah negara, misalnya
kita mengenal ungkapan "Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat". Ungkapan normatif tersebut, biasanya diterjemahkan dalam
konstitusi masing-masing negara, misalanya dalam Undang-Undang Dasar 1945 bagi
pemerintahan Republik Indonesia. " Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan
dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar (Pasal 1 ayat 2). " Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya, ditetapkan dengan
Undang-undang" (pasal 2$). " Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing masing dan untuk beribadat menurut agama
dan kepercayaannya itu" (pasal 29
ayat 2).
Kutipan
di atas merupakan defenisi normatif dari demokrasi. Tetapi apa yang normatif
betum tentu dapat dilihat dalam konteks kehidupan politik sehari hari dalam
suatu negara. Karena menjadi penting melihat bagaimana makna demokrasi secara
empirik yaitu demokrasi dalam perwujudannya dalam kehidupan politik praktis.
Kalangan
ilmuwan politik, setelah mengamati praktek demokrasi di berbagai negara,
merumuskan demokrasi secara empirik dengan menggunakan sejumlah indikator
tertentu. Berdasarkan defenisi yang diajukan Julian Linz, demokrasi secara empirilc menekankan apakah dalam
suatu sistem politik pemerintah memberikan ruang gerak yang cukup tinggi bagi
masyarakatnya untuk melakukan partisipasi guna memformulasikan preferensi
politik mereka melalui organisasi politik yang ada. Sejauh mana kompetisi
antara para pemimpin dilakukan secara teratur untuk mengisi jabatan politik.
Hampir
semua teoritas mulai zaman klasik hingga zaman modern sekarang ini menekankan,
bahwa sesungguhnya yang berkuasa dalam demokrasi itu adalah rakyat demos, populis. Oleh karena itu, selalu ditekankan peranan demos yang senyatanya dalam proses
politik yang berjalan. Paling tidak, dalam dua tahap utama: pertama, agenda setting, yaitu tahap untuk
memilih masalah apa yang hendak dibahas dan diputuskan : kedua, deciding the outcome, yaitu tahap pengambilan
keputusan.
Merujuk pendapal Robert Dah1 (1989:113), Affan Gaffar menyimpulkan sejumlah
penyaratan untuk mengamati apakah sebuah political order
merupakan
sistem yang demokratik atau tidak, yaitu :
a.
Akuntabil.itas, Dalam demokrasi,
setiap pemegang jabatan yang dipililh oleh rakyal harus dapat mempertanggungjawabkan
kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya.. Tidak hanya itu, juga harus
dapat mempertanggungjawabkan ucapan kata-katanya. Prilaku dalamam kehidupan
yang pernah, sedang, bahkan akan dijalaninya. Termasuk juga yang menyangkut keluargana
dalam arti luas.
b.
Rotasi kekuasaan. Dalam demokrasi,
peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara
teratur dan damai. Jadi, tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan,
sementara peluang orang lain tertutup sama sekali. Biasanya, partai-partai
politik yang menang pada suatu pemilu akan diberi kesempatan untuk membentuk
eksekutif yang mengendalikan pemerintahan sampai pada pemilihan berikutnya.
c.
Rekruitmen
politik yang terbuka. Untuk memungkinkan terjadinya kekuasaan, diperlukan
satu sistem rekruitmen politik yang terbuka. Artinya, setiap orang yang
memenuhi syarat untuk mengisi suatu dalam melakukan kompetensi untuk mengisi
jabatan tersebut.
d.
Pemilihan umum. Dalam suatu
Negara demokrasi, pemilu dilaksanakan secara teratur. Setiap warga Negara yang
sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih dan bebas mengunakan
haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya.
e.
Menikmati
hak-hak dasar. Dalam suatu Negara yang demokrasi, setiap warga
masyaraka dapat menikmati hak-hak dasar mereka secara bebas, termasuk di
dalamnya adalah hak untuk menyatakan pendapat (freedom of expression), hak untuk berkumpul dan berserikat (freedom of assembly), dan hakuntuk
menikmati pers yang bebas (freedom of the
press).
D. PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA
Dalam
membicarakan tentang perkembangan demokrasi di Indonesia, lebih jelas jika
dibahas berdasrkan alur periodisasi sejarah politik di Indonesia. Periodisasi- Periodisasi
tersebu9t adalah periode pemerintahan masa revolusi kemerdekaan, pemerintah
parlementer ( refrensentative democracy) pemerntah demokrasi terpimpin
(guided democracy) pemerintahan orde
baru (pancasila democracy) dan
pemerintah reformasi. Bagaimana demokrasi di Indonesia berlangsung pada setiap
periode tersebut dapat disimak dai tulisan afan gaffar (2000:10-40) yang
disarikan dalam uraikan berikut:
1. Demokrasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan
(1945-1949)
Pada awal kemerdekaan para
penyelenggara Negara mempunyai komitmen mewujudkan demokrasi politik di Indonesia. Namun demikian
karena situasi politik yang belum stabil pada masa ini, belum banyak yang bias
dibicarakan terkait dengan demokrasi di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya.
Pertama,
political fancihise yang menyeluruh. Para pembentuk
Negara sedah semula, mempunyai komitmen yang sangat besar terhadap demokrasi, sehingga
sejak semula, mempunyai komitmen yang sangat besar terhadap demokrasi, sehingga
sejak Indonesia menyatakan kemerdekaan, semua warga Negara yang dianggab dewasa
memiliki hak-hak poitik yang sama, tanpa ada diskriminasi yang bersumber dari
ras, agama, suku dan kedaerahan.
Kedua,
presiden
yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi seorang dictator,
dibatasi kekuasaan ketika KNIP debentuk menggantikan parlemen.
Ketiga,
dengan
maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuk sejumlah partai politik,
yang kemungkinan menjadi peletak dasar bagi sistem kepartaian di Indonesia
untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik Indonesia.
Implementasi demokrasi pada masa
pemerintahan revolusi kemerdekaan baru terbatas pada interaksi di parlemen dan
berfungsinya pers yang mendukung kemerdekaan. Element-element demokrasi yang
lain belum sepenuhnya terwujud karena situasi dan kondisi yang tidak
memungkinkansebab, pemerintah harus memusatkan seluruh energy untuk
bersama-sama dengan rakyat mempertahankan kemerdekaan dan menjaga kedaulatan
Negara agar kesatuan tetap terwujud.
Partai-Partai
Poiitik turnbuh dan berkembang dengan cepat. Tetapi fungsinya yang paling utama
adalah ikut serta memenangkan revolusi kemerdekaan, dengan menanamkan kesadaran
untuk bernegara serta menanamkan semangat anti imperilaisme dan kolonialisme.
Pemilu belum dapat dilaksanakan sekalipun itu sudah merupakan salah satu agenda
politik.
2. Demokrasi Parlementer (1950 -1959)
Periode
ini menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara (LJUDS) sebagai landasan
konstitusionalnya. Menurut Afan Gaffar periode ini dapat disebut sebagai
pemerintahan parlementer, karena pada masa ini merupakan kejayaan parlemen
dalam sejarah politik Indonesia. Periode ini dapat juga disebut sebagai "Representative/Participatory Demokracy ". Oleh Herberth
Feith, pemerintahan masa ini disebut juga sebagai "Constitutional
Democracy"
Masa
demokrasi parlementer merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena
hampir semua elemen demokrasi dalam perwujudannya dalam kehidupan politik di
Indonesia dapat ditemukan, antara lain : Pertama,
lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang saangat tinggi
dalam proses politik yang berjalan. Ini diperlihatkan dari adanya sejumlah mosi
tidak percaya kepada pihak pemerintah yang mengakibatkan kabinet harus
meletakkan jabatannya. Kedua,
akuntabilitas pemegang jabatan dan politisi pada umumnya sangat tinggi. Ini
terjadi karena berfungsinya parlemen dan juga sejumlah media massa sebagai alat
kontrol sosial. Ketiga, kehidupan
kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang sebesar-besarnya untuk
berkembang secara maksimal. Pada periode ini menganut sistem banyak partai,
hampir 40 partai politik dengan tingkat otonomi yang sangat tinggi dalam proses
rekruitmen. Campur tangan pemerintah dalam rekruitmen partai internal partai
boleh dikatakan tidak ada. Kempat,
sekalipun pemilihan umum hanya sekali dilaksanakan (yaitu pada tahun 1955)
tetapi benar-benar dilaksanakan dengan prinsip demokrasi. Dengan Undang-Undang
Pemilu tahun 1953, kompetisi antara partai politik berjalan intensif. Partai
politik dapat melakukan nominasi calonnya dengan bebas. Kampanye dilaksanakan dengan
penuh tanggungjawab. Setiap pemilih dapat menggunakan hak pilihnya dengan bebas
tanpa ada tekanan atau rasa takut. Kelima,
masyarakat dapat merasakan bahwa hak-hak dasar mereka tindak dikurangi sama
sekali. Hak berkumpul dan berserikat dapat diwujudkan dengan jelas dengan
terbentuknya sejumlah partai politik dan organisasi peserta pemilu. Kebebasan
pers juga dirasakan dengan baik, karena tidak dikenal adanya lembaga yang
menghambat kebebasan tersebut Orang dapat mengkritik pemerintah tanpa rasa
khawatir menghadapi risiko. Keenam pada
masa ini daerah-daerah memperoleh otonomi yang cukup - bahkan otonomi yang
seluas-luasnya- dengan azas desentralisasi sebagai landasan untuk berpijak
dalam mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintah Fusat dengan pemerintah
daerah.
Memang
demokrasi parlementer tidak berumur panjang. Dengan dikeluarkannya Dekrit
Presiden 5 Joli 1959 yang membaharkan konstituante dan menyatakan kembali ke
UUD 1945, praktis demokrasi parlementer telah berakhir di Indonesia. Menurut
Gaffar (2000: 19-20), secara umum kegagalan demokrasi parlementer tersebut
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
a.
Dominannya politk aliran, sehingga membawa konsekuensi
terhadap pengelolaan konflik
b.
Basis sosial ekonomi yang sangat lemah
c.
Adanya ketidak senangan penguasa (Presiden Soekarno dan
Angkatan Darat) terhadap politik yang sedang berjalan
3. Periode
Demokrasi Terpimpin (1959 -1965)
Dalam
periode ini boleh dikatakan perwujudan demokrasi hampir tidak tampak dalam
pemerintahan. Dengan alasan bahwa demokrasi parlementer tidak sesuai dengan
kepribadian bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat gotongroyong dan
kekeluargaan, serta mengingat besamya peranan pemimpin dalam proses politik
Indonesia, Soekarno kemudian mengusulkan agar dibentuk pemerintahan yang
bersifat gotong royong. Pemerintahan itu melibatkan semua kekuatan politik yang
ada, termasuk Partai Komunis Indonesia (PKI) yang sebelumnya tidak pernah
terlibat secara resmi dalam dalam koalisi kabinet. Untuk itu Soekarno
mengajukan usulan yang dikenal dengan "Konsepsi
Presiden" yang menghasilkan terbentaknya Dewan Nasional.
Dalam
periode ini posisi presiden Soekarno sebagai kepala negara sangat dominan.
Sebagai pemimpin presiden Soekarno membentuk kabinet yang perdana menterinya
adalah Soekarno sendiri. Dengan kewenangan yang ada pada dirinya Sokerno juga
membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) sebagai lembaga
perwakilan rakyat menggantikan konstituante. Dengan demokrasi terpimpin
memungkinkan Soekarno menjadi salah satu agenda setter
politik
Indonesia yang akhirnya membuat dirinya sangat berkuasa, dan menjadi seorang
diktator. Proses politik yang berjalan semuanya bermuara pada Soekarno dengan segala
atribut yang dimilikinya (pemimpin besar revolusi, panglima tertinggi)
Ada
beberapa karektaristik demokrasi terpimpin, yang sesungguhnya bertentangan
dengan hakikat demokrasi, antara lain : Pertama,
mengaburnya sistem kepartaian, kehadiran partai-partai politik bukan untuk
mempersiapkan diri dalam rangka konstentasi politik untuk mengisi jabatan
politik pemerintah melainkan hanyalah untuk menopang kepentingan tiga kekuatan
politik pemerintah melainkan hanya untuk menopang kepentingan tiga kekuatan
politik presiden Soekarno, Angkatan Darat dan PKI). Kedua, dengan terbentuknya DPR-GR peranan lembaga legislatif dalam
sistem politik Nasional menjadi lemah. Sebab DPRGR kemungkinan lebih merupakan
instrument politik presiden Soekarno. Proses rekruitmen politik untuk lembaga
inipun ditentukan oleh presiden. Ketiga
basic human rights menjadi sangat lemah, dengan mudah presiden Soekarno bias
menyingkirkan lawan-lawan politiknya yang tidak sesuai dengan kebijaksanaan
atau yang mempunyai keberanian menentangnya. Sejumlah lawan politiknya menjadi
tawanan politik Soekarno, terutama terutama yang berasal dari kalangan Islam
dan sosialis. Keempat masa demokrasi
terpinpin adalah masa puncak dari semangat anti-kebebasan pers. Sejumlah surat
kabar dan majalah deberangus oleh Soekarno. Misalnya, Harian Abadi dari Masyumi dan Harian Pedoman dari PSI. Kelima sentralisasi kekuasaan semakin
dominan dalam proses hubungan antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan
daerah. Daerah-daerah memiliki otonomi sangat terbatas. Undang-undang otonomi
daerah diganti dengan penetapan presiden, yang kemudian dikembangkan menjadi
Undang-Undang No. 18 Tahun 1965.
Konsepsi
presiden dan terbentuknya Dewan Nasional mendapat tantangan yang sangat kuat
dari sejumlah partai politik, terutama masyumi danPSI. Menurut mereka
pembentukan Dewan Nasional merupakan pelanggaran yang sangat fundamental
terhadap konstitusi Negara, karena lembaga tersebut tidak dikenal dalam
konstitusi. Pada periode ini hubungan antara pemerintahan pusat dengan
daerahsemakin memburuk. Sejumlah perwira angkatan pemerintahpusat dengan daerah
semakin memburuk. Sejumlah perwira angkatan darat di daerah-daerah membentuk
dewan-dewan yang menentang pemerintah pusat, yang kemudianmengambil alih
pemerintahan sipil. Misalnya, Dewan Garuda, ‘Dewab Gajah, dan Dewan Banteng di
Sumatra. Demikian juga di Sulawesi. Semuanya itu kemudian mencapai pncaknya
dengan terjadinya pemberontakan daerah yang sangat dikenal diperoleh oleh PRRI
dan permesta.
4. Demokrasi dalam Pemerintahan Orde Baru (1968
-1998)
G-30-S/PKI
merupakan titik kulminasi dari pertarungan politik antara Presiden Soekarno,
Angkatan Darat dan PKI pada masa demokrasi terpimpin. Kegagalan kudeta yang
dilakukan PKI membawa akibat yang fatal bagi partai ini, yakni dengan
tersisihkannya partai ini dari arena perpolitikan Indonesia. Demikian juga
dengan Soekarno yang kekuasaannya sangat besar pada masa demokrasi terpimpin
sedikit demi sedikit dikurangi. Bahkan tersingkir dari dari perpolitikan
Indonesia sarnpai meninggal tahun 1971. Akhirnya Angkatan Darat muncul sebagai
kekuatan politik yang sangat dominan dalam proses politik selanjutnya dengan
apa yang dikenal sebagai dwifungsi ABRI.
Era
baru dalam pemerintahan dimulai setelah masa transisi antara tahun 1965 sampai
tahun 1968 ketika Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden RI. Era ini
kemudiau dikenal sebagai Orde Baru. Periode ini memberi pengharapan baru,
terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik dari yang otoriter
menjadi lebih demokratik. Demokrasi pada periode ini disebut dengan label
Demokrasi Pancasila.
Dilihat
dari indikator-indikator demokrasi yang dibahas diawal modul ini, perwujudannya
dalam pemerintahan pada periode ini masih mengandung
beberapa kelemahan. Pertama, rotasi
kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hampir tidak pernah terjadi. Kecuali pada
jajaran yang lebih rendah yaitu gubernur, Bupati/Walikota, Camat dan Kepala
Desa. Ditingkat pusat hanya terjadi pada jabatan Wakil Presiden. Kedua, rekruitmen politik tertutup.
Kecuali anggota DPR, pengisian jabatan di lembaga tinggi Negara (MA, DPA, dan
jabatan jabatan birokrasi dikontrol sepenuhnya oleh lembaga Kepresidenan.
Bahkan anggota badan legislatif sejumlah 100 orang dipilih melalui proses
pengangkatan. Ditingkat daerah masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk ikut
menentukan Pemimpin yang menduduki jabatan politik (Gubernur, Bupati/Walikota).Ketiga,
pemilihan umum memang dilaksanakan secara teratur setiap lima tahun sekali,
tetapi masih jauh dari semangat demokrasi. Pemilihan umum diatur sedemikian
rupa agar dapat menguntungkan partai pemerintah. Partai-partai non-pemerintah
sama sekali tidak mempunyai peluang untuk memenangkan pemilihan. Keempat,
Basic human rights. Capur tangan
pemerintah terhadap kebebasan pers sangat kuat. Ini terbukti dari adanya
instansi SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan PM) dan SIT (Surat Izin Terbit).
Kebebasan berpendapat sangat dibatasi. Demikian juga dengan kebebasan
berkumpul, karena harus mendapat izin dari pemerintah setempat. Akibatnya
masyarakat hampir tidak dilibatkan dalam pengambilan kebijaksanaan. Hal yang
sama dengan masa demokrasi terpimpin juga terasa dalam hal perlakuan terhadap orang atau kelompok yang berbeda/berseberangan
politik dengan pemerintah. Prinsip pencekalan terhadap sejumlah orang yang
dianggap mempuayai postsi yang berbeda secara tegas dengan pemerintah sering terjadi.
5. Demokrasi Pada Masa Reformasi (1999 – Sekarang)
Kegagalan
pemerintah orde baru membangun demokratisasi di Indonesia, mendorong seluruh
elemen masyarakat mengusulkan perlunya reformasi pemerintahan Indonesia. Dengan
reformasi ini diharapkan munculnya sebuah pemerintahan yang bersih dan
berwibawa, sebuah pemer. tahan yang demokratik, yang diharapkan mampu
mewujudkan cita-cita keadilan sosial.
Pasca reformasi, perwujudan demokrasi dalam pemerintahan
mulai tampak dalam rotasi kekuasaan. Hal ini dapat dilihat dari adanya
pembatasan masa jabatan untuk seorang Presiden hanya 2 periode masa jabatan,
yang pada masa orde baru tidak jelas kapan dan berapa kali seseorang boleh
terpilih kembali sebagai Presiden. Kekuasaan presiden yang sangat kuat pada
masa orde Baru sudah diimbangi dengan memfungsikan MPR secara sepenuhnya
sebagai majelis pemegang kedaulatan rakyat. Untuk itu rekruitmen anggota MPR
secara tegas dipisahkan dari anggota DPR.
Selain
itu kesetaraan di antara lembaga tinggi negara. DPR telah diberdayakan sebagai
lembaga yang mampu membatasi kekuasaan Kepresiden, dengan lebih aktif
mengajukan RUU sebagai hak usul inisyatif, dan juga lebih aktif menggunakan hak
penyelidikan. Peningkatan kapasitas Pembaga Tinggi Negara yang lain, terutama
Mahkamah Agung dilakukan dengan rekruitmen yang banyak melibatkan DPR dan
lembaga-lembaga profesi yang terkait seperti Ikahi, Persahi, dan lain-lain.
Dengan demikian kualitas lembaga peradilan menjadi lebih kuat. independensi
lembaga peradilan lebih dijamin, dengan mengurangi intervensi pemerintah.
Rekruitmen
politik yang terbuka sangat tinggi pada masa reformasi ini. Pemilihan umum
dilakukan secara kompetitif dan demokratis, sehingga hubungan DPR dengan rakyat
menjadi dekat, karena dipilih langsung oleh masyarakat pemilih. Desentralisasi
pemerintahan daerah diwujudkan dalam bentuk otonomi daerah..Dengan
desentralisasi ini hubungan pemerintah daerah dengan masyarakat menjadi lebih
dekat. Disamping itu, efesiensi penyelenggaraan pemerintahan dapat tercipta.
perwujudan
demokrasi pada masa reformasi juga nyata dalam hal implementasi HAM dengan
lebih dan konkrit. Untuk itu dalam UUD 1945 hasil amandemen dengan
sangat rinci memuat perlindungan hak-hak azasi manusia . Dalam implementasinya
juga ditetapkan aturan-aturan perlindungan hak azsi manusia, misalnya UU
perlindungan anak, UU tentaug kekerasan dalam rumah tangga, dan lain-lain.
E. NILAI PERKEMBANGAN DEMOKRASI
1. Arti dan
Perkembangan Demokrasi
Demokrasi
mempunyai arti yang penting bagi masyarakat Yang menggunakannya, sebab dengan
demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalanya organisasi negara
dijamin. Oleh sebab itu, hampir semua pengertian yang diberikan untuk istilah
demokrasi selalu memberikan posisi penting bagi rakyat kendari secara
operasional implikasinya di berbagai negara tidak selalu sama. Sekedar untuk
menunjukkan betapa rakyat diletakkan pada posisi penting dalam asas demokrasi
berikut akan dikutip beberapa pengertian demokrasi.
Demokrasi
sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir
rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya,
termasuk dalam menilai kebijaksanaan negara, karena kebijaksanaan tersebut
menentukan kehidupan rakyat (Noer, 1983:207). Dalam hubungan ini menurut Henry
B. Mayo bahwa setiap sistem politik demokrasi adalah sistem yang menunjukkan
bahwa kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang
diawasi secara efektif oleh rakyat datam pemilihan-pemilihan berkala yang
didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana
terjaminya kebebasan politik (Mayo, 1960: 70).
Meskipun dari berbagai penelitian itu terlihat bahwa
rakyat diletakkan pada posisi sentral "rakyat berkuasa" (government or role by the people) tetapi
dalam prakteknya oleh UNESCO disimpulkan bahwa ide demokrasi itu dianggap ambiguous atau mempunyai arti ganda,
sekurang-kurangnya ada ambiguity atau ketak tentuan mengenai lembaga-lembaga
atau cara-cara yang dipakai untuk melaksanakan ide, atau mengenai keadaan
cultural atau histories yang mempenganihi istilah ide dan praktek demokrasi
(Budiardjo, 1982 : 50). Hal ini bisa dilihat betapa negara-negara yang
sama-sama menganut asas demokrasi ternyata mengimplementasikannya secara tidak
sama. Ketidaksamaan tersebut bahkan bukan hauya pada pembentukan
lembaga-lembaga atau aparatur demokrasi, tetapi juga menyangkut perimbangan
porsi yang terbuka bagi kepentingan maupun peranan rakyat.
Berkenaan
dengan demokrasi, pada abad pertengahan lahirlah dokumen Magna Charta (Piagam Besar), suatu piagam yang berisi semacam
perjanjian antara beberapa bangsawan dan Raja Joht2 di Inggris bahwa raja mengakui dan menjamin beberapa hak dan privileges bahwasanya sebagai imbatan
untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan lain-lain. Lahirnya Magna Charta dapat dikatakan sebagai lahirnya
suatu tonggak baru bagi perkembangan demokrasi, sebab dari piagam tersebut
terlihat adanya dua prinsip dasar : pertama,
kekuasaan raja harus dibatasi; kedua, hak asasi maausia lebih penting
daripada kedudukan raja (Romdlonnaning, dalam Kaelan dan Zubaidi, 2007: 57)
Rennaissance
adalah aliran yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya Yunani
kuno, yang berupa gelombang-gelombang kebudayaan dan pemikiran yang dimulai di
Italia pada abad ke-14 dan mencapai puncaknya pada abad ke-15 dan
16. Masa Rennaissance adalah masa ketika orang mematahkan semua ikatan yang ada
dan menggantikan dengan kebebasan bertindak yang seluas-luasnya sepanjang
sesuai dengan yang diperkirakan, karena dasar ide ini adalah kebebasan berpikir dan bertindak bagi manusia tanpa boleh ada
orang lain yang menguasai atau membatasi dengan ikatan-ikatan. Hal itu
disamping mempunyai segi positif yang cemerlang dan gemilang karena telah
mengantarkan dunia pada kehidupan yang lebih modern dan mendorong berkembang
pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, juga memberi sisi negatif sendiri, sebab dengan adanya pemikiran untuk lepas dari
semua ikatan (dan orang tak mungkin hidup tanpa ikatan-ikatan) berkembanglah
sifat-sifat bukur dan asosial seperti kebencian, iri hati atau cemburu yang
dapat meracuni penghidupan yang mengakibatkan terjadinya perjuangan sengit di
setiap lapangan dengan saling bersiasat, membujuk, menipu atau melakukan apa
saja yang diinginkan kendati cara. yang tercela secara moral.
Selain
Rennaissance, peristiwa lain yang mendorong timbulnya kembali
"demokrasi" yang dahulu tenggelam dalam abad pertengahan adalah
terjadinya Reformasi, yakni revolusi agama yang terjadi di Eropa Barat pada
abad ke-16 yang pada mulanya menunjukkan sebagai pergerakan perbaikan keadaan
dalam Gereja Katolik, tetapi kemudian berkembang menjadi asas-asas
Protestanisme.
Berakhirnya
reformasi ditandai dengan terjadinya perdamaian Westphalia (1648) yang ternyata
mampu menciptakan keseimbangan setelah kelelahan akibat perang yang berlangsung
selama 30 Tahun. Namun, Protestanisme yang lahir dari reformasi ito tidak hilang
dengan selesainya Reformasi, tetapi tetap menjadi kekuatan dasar di dunia Barat
sampai sekarang (Shadily, 1977 dalam Kaelan & Zubaidi , 2007: 58)
Dua
kejadian (Rennaissance dan Reformasi) ini telah mempersiapkan Eropa masuk ke
dalam Aufklarung (Abad Pemikiran) dan Rasionalisme yang mendorong mereka untuk
memerdekakan pikiran dari batas-batas yang ditentukan Gereja untuk mendasarkan
pada pemikiran atau akal (rasio) semata-mata yang pada gilirannya kebebasan
berpikir ini menelorkan lahirnya pikiran tentang kebebasan politik.
Dari
pemikiran tentang hak-hak politik rakyat inilah terlihat munculnya kembali ide
pemerintahan rakyat (demokrasi). Tetapi dalam kemunculannya sampai saat ini
demokrasi telah melahirkan dua konsep demokrasi yang berkaitan dengan peranan
negara dan peranan masyarakat, yaitu demokrasi konstitusional abad ke-19 dan
demokrasi konstitusional abad ke-20 yang keduanya senantiasa dikaitkan dengan
negara hukum (Mahfud, dalam Kaelan & Zubaidi 2007: 59-60).
2. Demokrasi
Konstitusional Dalam Abad ke 19
Teori-teori
kontrak social yang dicetuskan John Locke dari Inggris (1632-1704) dan
montresquieu dari Prancis (1689-1755) adalah merupakan usaha untuk mendobrak
dasar dari pemerintahan absolute dan menetapkan hak-hak politikrakyat. Menurut
John Locke hak-hak politik rakyat itu mencakup hak atas hidup, hak atas
kebebasan dan hak milik. Untuk menjamin hak-hak politik iniah yang istilah trias politica. Ide-ide yang memunculkan
hak-hak politik inilah yang kemudian mendorong terjadinya revolusi Prancis pada
akhir dan revolusi Amerika melawan Inggris.
Pergolakan-pergolokan
yang timbul akibat dari ide-ide hak-hak politik rakyat, pada abad ke 19 gagasan
mengenai demokrasi mendapat wujud yang konkrit sebagai sebagai program dan sistem
politik. Pada masa ini demokrasi semata-mata bersifat politik yang menonjolkan
kemerdekaan individu, kesamaan hak dan serta hak pilih untuk semua warga
Negara. Dengan adanya keinginan menyelanggarakan hak-hak politik rakyat timbul
pulalah gagasan untuk membatasi kekuasaan pemerintah dengan suatu konstitusi.
Konstitusi
menjamin hak-hak politik rakyat, dan mengatur penyelengaraan Negara sedemikian
rupa, dimana kekuasaan eksekutif diimbangin kekuasaan eksekutif diimbangi
kekuasaan perlemen dan lembaga-lembaga hokum. Gagasan inilah yang kemudian
dikenal dengan konstitusionalisme. Menurut Carl J. friedrich dalam gagasan
konstitusionalisme “pemerintah merupakan suatu kumpulan aktifitas yang
diselengarakan atas nama rakyat, tetapi yang tunduk kepada kepada beberapa
pembatasan yang dimaksud untuk memberi jaminan bahwa kekuasaan yang diperlukan
untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas
untuk memerintah (Budiarjo), 1999:57).
Dalam
gagasan konstitusionalisme undang-undang dasar tidak hanya meupakan suatu
dokumen yang mencerminkan pembagian kekuasaan diantara lemba-lembaga Negara,
tetapi lebih jauh dari itu undang-undangdasar mempunyai fungsi khusus untuk
menentukan dan membatasi kekuasaan pemerintahan dan menjamin hak-hak azasi
warga Negaranya. Karena itu dapat dikatakan bahwa undang-undang dasar dianggap
sebagai perwujudan dari hokum tertinggi yang harus dipatuhi oleh seluruh
rakyat, Negara dan pemerintah.
Dalam
abad ke-19 dan permulaan abad ke 20 gagasab mengenai perlunya pembatasan
mendapat perumusan yang yuridis. Namun demikian perumusannya hanya mengangkut
bidang hokum saja dalam arti yang sempit. Sebabgagasan-gagasan itu hanya
membatas Negara dan pemerintah untuk tidak campur tangan dalam urusan warga
negaranya. Campur tangan pemerintah hanya dibenarkan dalam hal-hal yang
menyangkut kepentingan umum misalnya; bencana alam, hubungan luar negeri dan
pertahanan Negara. Dalam hal demikian Negara hanya memiliki ruang gerak yang
sangat sempit (Negara penjaga malam). Khususnya dalam bidang ekonomi seluruh
Negara akan menjadi sehat. Dalam penerapan demokrasi tahap ini ngara bersifat
pasif, dengan pengertian hanya akan bertindak jika hak-hak manusia dilanggar
atau keamanan umum terancam. Demokrasi dengan sistem ini dikenal dengan
demokrasi klasik.
3. Demokrasi
Konstitusional pada abad ke-20
Pada
abad ke-20 gagasan yang melarang pemerintah campur tangan dalam urusan warga
negara, secara gradual berubah menjadi gagasan bahwa pemerintah bertanggung
jawab atas kesejahteraan rakyat. Perubahan-perubahan ini didorong oleh adanya
perubahan sosial dan ekonomi sesudah perang dunia II. Perubahan-perubahan ini
menghendaki pemerintah harus aktif mengatur kehidupan ekonomi dan sosial
rakyatnya. Sehubungan dengan itu demokrasi harus meluas mencakup dimensi
ekonomi, dengan suatu sistem yang menguasai kekuatan-kekuatan ekonomi dan yang
berusaha memperkecil kesenjangan sosial ekonomi sebagai akibat distribusi
kekayaan yang tidak merata. Dengan gagasan ini negara yang sebelumnya hanya
berfungsi sebagai penjaga malam dirubah dan ditingkatkan menjadi negara
kesejahteraan (welfare state).
Dalam
konsep welfare state, negara memberi pelayanan kepada masyarakat terkait
kesejahteraan. Untuk itu negara harus berperan mengatur soalsoal kehidupan
sosial-ekonomi misalnya, penyelenggaraan pendidikan umum, mencegah atau
mengurangi pengangguran, menetapkan upah minimum, menerbitkan izin usaha serta
mengatur dinamika perekonomian semakin rupa sehingga tidak mengatami laists.
Demokrasi
pada abad ke-20 ini menekankan disamping hak-hak politik, juga hak-hak sosial
dan ekonomi harus diakui dan dipelihara, dalam arti bahwa harus ada
standard-standard dasar sosial ekonomi yang diatur dalam konstitusi. Untuk
dapat menyelenggarakan ini perlu ada penataan sistem kekuasaan yang melahirkan
pemerintahaa yang kuat dan berwibawa. Sehubungan dengan jaminan politik, sosial
dan ekonomi rakyat ini, International Commission Of Jurists (ICJ) dalam
konferensinya di Bangkok tahun 1955 telah memperluas konsep Rule of Law sebagai syarat-syarat dasar
pemerintahan demokrasi sebagai berikut:
•
Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi,
selain menjamin hak-hak individu, harus
menentukan pula cara- cara proseduril untuk mernperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin
•
Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak
•
Pemilihan umum yang bebas
•
Kebebasan untuk menyatakan pendapat
•
Kebebasan berserikat / berorganisasi dan beroposisi pendidikan
kewarganegaraan (budiarjo, 1999:60)
Selain adanya gagasan baru tentang Rule of law pada
perkembangan demokrasi International Commission of Jurists dalam koferensinya
di Bangkok juga merumuskan demokrasi sebagai sistem politik. Menurut rumusan
organisasi ini sistem politik yang demokratis adalah suatu bentuk pemerintalaan
di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh
warga negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh rakyat dan bertanggung jawab
kepada rakyat. Rumusan ini menunjukkan bahwa pada abad ke-20 telah diterimanya
gagasan demokrasi perwakilan sebagai sistem politik yang paling umum.
Pandanggan ini juga diperkuat oleh pendapat Henry B. Mayo yang menyatakan bahwa
" sistem politik yang demokratis ialah dimana kebijaksanaan umum
ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif
oleh rakyat dalam pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kekuasaan
politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik
(Budiarjo,1999:61).
Semakin
berkembangnya gagasan-gagasan tentang demokrasi perwakilan pada abad ke-20,
maka dalam rangka pelaksanaannya dibutuhkan lembaga-lembaga. yang menjamin
terselenggaranya pemerintahan yang demokratis. Menurut Meriam Budiarjo
(1999:63), lembaga-lembaga dimaksud adalah :
•
Pemerintahan yang bertanggungjawab
•
suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan-golongan
dan kepentingan kepentingan dalam masyarakat yang dipilih dengan pemilihan umum
yang bebas dan rahasia dan atas dasar sekurang-kurangnya dua calon untuk satu
kursi.
•
Suatu organisasi politik yang meneakup daa ataa lebih partai polittlc (sistem dwi partai atau multi partai)
•
Pers atau media masa yang bebas untuk menyatakan pendapat
•
Sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak dan
mempertahankan keadilan.
F. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN DEMOKRASI
1.
Kelebihan/Keuntungan Demokrasi
a.
Pemegang kekuasaan dipilih menurut suara dan keinginan
rakyat
b.
Mencegah adanya monopoli kekuasaan
c.
Kesetaraan hak membuat setiap masyarakat dapat ikut
serta dalam sistem politik
2.
Kekurangan/Kelemahan Demokrasi
a.
Kepercayaan rakyat dapat dengan mudah digoyangkan
melalui pengaruh-pengaruh misalnya media
b.
Kesetaraan hak dianggap tidak wajar karena menurut
para ahli, setiap orang memiliki pengetahuan politik yang tidak sama
c.
Konsentrasi pemerintah yang sedang menjabat akan
memudar disaat dekatnya pemilihan umum berikutnya
3.
Nilai-Nilai Demokrasi
Nilai-Nilai
Demokrasi - Demokrasi memiliki nilai-nilai antara lain sebagai berikut :
a.
Menjamin tegaknya keadilan
b.
Menekan adanya penggunaan kebebasan seminimal
mungkin
c.
Adanya pergantian kepemimpinan dengan teratur
d.
Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara
melembaga
e.
Menjamin terselenggaranya perubahan yang terjadi di
masyarakat dengan damai atau tampa adanya gejolak
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Demokrasi
merupakan asas yang fundamental dalam pemerintahan. Secara etimologis,
demokrasi merupakan gabungan antara dua kata dari bahasa Yunani, yaitu demos
yang berarti rakyat dan cratein atau cratos yang berarti kekuasaan. Jadi,
demokrasi berarti kedaulatan yang berada di tangan rakyat. Dengan kata lain, kedulatan
rakyat mengandung pengetian bahwa sistem kekuasaan tertinggi dalam sebuah
Negara dibawah kendali rakyat.
Demokrasi bukan semata-mata bentuk
ketatanegaraan saja tetapi juga merupakan bentuk kegiatan organisasi diluar
bentuk ketatanegaraan. Demokrasi dalam perkumpulan diluar ketatanegaraan adalah
suatu bentuk pemimpin, suatu kolektivitas tanpa mempersoalkan apakah itu suatu
pergaulan hidup paksaan seperti Negara atau suatu perkumpulan yang merdeka.
Demokrasi dalam bentuk ketatanegaraan adalah bentuk pemerintahan, satu
kolektivitas yang memerintah diri sendiri.
Banyak macam dari pengertian
demokrasi disamping ada hal-hal yang sama juga terdapat hal-hal yang tidak
sama. Tetapi pada pokoknya ada hal-hal prinsip yang sama sesuai dengan hakikat
demokrasi itu sendiri, yaitu menunjukkan adanya partisipasi rakyat dalam
pemerintahan dan pengakuan akan hak-hak manusia.
Masalah demokrasi tidak asing bagi
bangsa Indonesia. Nenek moyang kita pada waktu itu belum banyak kontak dengan
bangsa asing, tetapi dalam kehidupannya penuh dengan suasana demokrasi. Namun
setelah Indonesia merdeka, dalam perjalanan pemerintahan hingga sekarang ini,
perwujudan demokrasi mengalami pasang serut. Komitmen bangsa Indonesia untuk
mewujudkan demokrasi sebagaimana diamanatkan UUD 1945, dalam pelaksanaan
mengalami berbagai tantangan.
B. SARAN
Indonesia
merupakan salah satu penganut Demokrasi Pancasila yang merupakan sebuah kata
yang suah tidak asing lagi .Karena demokrasi pancasila merupakan suatu sistem
yang telah dijadikan alternatif dalam tatanan aktivitas bermasyarakat dan
bernegara. Maka dengan itu mari kita tegakkan Demokrasi Pancasila di Indonesia ini
dengan ketentuan-ketentuan UUD dan berdasarkan Dasar Negara yaitu Pancasila.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Payerli
Pasaribu, M.Si, Pendidikan Kewarganegaraan, edisi Revisi, Universitas Negeri
Medan
http://www.mediapustaka.com/2014/10/makalah-demokrasi-pelaksanaan-demokrasi.html
http://www.artikelsiana.com/2015/08/demokrasi-pengertian-ciri-ciri-macam.html