( IMPLIKASI PERKEMBANGAN ANAK
USIA SEKOLAH MENENGAH TERHADAP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN )
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Sejak lahir,
manusia merupakan kesatuan psikofisis atau psikomatis yang terus mengalami
pertumbuhan dan perkembangan serta harus mendapatkan perhatian secara seksama.
Istilah pertumbuhan dapat diartikan sebagai perkembangan. Perkembangan adalah
perubahan-perubahan yang dialami individu dan organisme menuju tingkat
kedewasaannya atau kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis,
progresif dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis
(rohaniah) (Syamsu Yusuf, 2007 : 15).
Sedangkan
istilah pertumbuhan itu sendiri digunakan untuk menyatakan perubahan-perubahan
kuantitatif mengenai fisik atau biologis. Perubahan fisik
meliputi perkembangan biologis dasar sebagai hasil dari konsepsi, dan hasil
dari interaksi proses biologis dan genetika dengan lingkungan. Sementara
perubahan psikis menyangkut keseluruhan karakteristik psikologis individu,
seperti perkembangan kognitif, emosi, sosial, dan moral.
Banyak
karakteristik yang dimiliki masing-masing individu, antara karakteristik
peserta didik usia menengah dan peserta didik usia dewasa. Didalam beberapa
karakteristik tersebut menyebabkan implikasi-implikasi terhadap penyelenggaraan
pendidikan. Perkembangan fisik dan perkembangan psikomotorik
mempunyai kontribusi yang kuat terhadap perkembangan
intelektual/kongnitif siswa. Rancangan
pembelajaran yang konduktif akan mampu meningkatkan motivasi belajar peserta
didik sehingga dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang
diinginkan.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana implikasi perkembangan
fisik dan perilaku psikomotorik
2.
Bagaimana
implikasi perkembangan bahasa dan perilaku
psikomotorik
3.
Bagaimana
implikasi perilaku sosial, moralitas, dan
keagamaan
4.
Bagaimana
implikasi perilaku apektif, konatif, dan
kepribadian
5.
Bagaimana
implikasi perkembangan emosi remaja terhadap
penyelenggaraan pendidikan
6.
Bagaimana
implikasi perkembangan konsep diri
7.
Bagaimana
implikasi tugas-tugas perkembangan remaja bagi
pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Implikasi Perkembangan Fisik dan Perilaku Psikomotorik
a.
Pengertian Perkembangan Fisik dan Psikomotorik
·
Perkembangan Fisik
Awal dari
perkembangan pribadi seseorang pada asasnya bersifat biologis. Fisik atau tubuh
manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan sangat mengagumkan.
Perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu sistem syaraf,
otot-otot, kelenjar endokrin dan struktur/fisik tubuh. Dalam taraf-taraf
perkembangan selanjutnya kondisi jasmaniah seseorang akan mempengaruhi
kepribadiannya. Perkembangan fisik ini mencakup aspek-aspek anatomis (struktur
tubuh) dan fisiologis (fungsional tubuh). Perkembangan fisik
berlangsung mengikuti prinsip-prinsip cepalocaudal dan prowinodestral.
·
Perkembangan Psikomotorik
Perkembangan
psikomotorik merupakan perkembangan terkait dengan perilaku motorik (koordinasi
fungsional neuromuscular system) dan fungsi psikis (kognitif, afektif
dan konatif). Dua prinsip perkembangan utama yang tampak dalam semua bentuk
perilaku psikomotorik ialah bahwa perkembangan itu berlangsung dari yang
sederhana kepada yang kompleks, dan dari yang kasar dan global (grass bodily
movements) kepada yang harus dan spesifik tetapi terkoordinasikan (finely
coordinated movements).
b.
Karakteristik Perkembangan Fisik dan
Psikomotorik
1.
Karakteristik Perkembangan Fisik
a)
Perkembangan fisik pada masa
kanak-kanak ditandai dengan mulai mampu melakukan bermacam-macam gerakan dasar
yang semakin baik, pertumbuhan panjang kaki dan tangan
secara proporsional, koordinasi gerak dan keseimbangan berkembang dengan baik,
dan ketahanan tubuh bertambah.
b)
Perkembangan fisik pada masa remaja
yang paling menonjol terdapat pada perkembangan kekuatan, ketahanan, dan organ
seksual. Ditandai dengan pertumbuhan berat dan tinggi badan yang cepat,
pertumbuhan tanda-tanda seksual primer dan sekunder serta timbulnya hasrat
seksual yang tinggi (masa pubertas).
c)
Perkembangan fisik pada masa dewasa
ditandai dengan kemampuan fisik menjadi sangat bervariasi seiring dengan
pertumbuhan fisik. Pertumbuhan ukuran tubuh yang proporsional memberikan
kemampuan fisik yang kuat. Pada masa dewasa pertumbuhan mencapai titik maksimal
dan mulai berhenti.
2.
Karakteristik Perkembangan Psikomotorik
a)
Perkembangan pada masa kanak-kanak
ditandai oleh beberapa hal misalnya dapat melompat 15-24 inchi, dapat menaiki
tangga tanpa bantuan, dan dapat berjingkrak. Semakin lama mereka bisa
mengontrol tindakan mereka. Untuk perkembangan berikutnya mereka bisa makan,
mandi, berpakaian sendiri, membantu orang lain, menulis, menggambar dan
lain-lain.
b)
Perkembangan psikomotorik pada masa
remaja ditandai dengan keterampilan psikomotorik berkembang sejalan dengan
pertumbuhan ukuran tubuh, kemampuan fisik, dan perubahan fisiologi. Kemampuan
psikomotorik terus meningkat dalam hal kekuatan, kelincahan, dan daya tahan.
Secara umum, perkembangan psikomotorik pada laki-laki lebih tinggi dari
perempuan karena perkembangan psikomotorik pada perempuan akan terhenti setelah
mengalami menstruasi.
c)
Perkembangan psikomotorik pada masa
dewasa merupakan puncak dari seluruh perkembangan psikomotorik. Latihan
merupakan hal penentu dalam perkembangan psikomotorik. Melalui latihan yang
teratur dan terprogram, keterampilan psikomotorik akan dapat ditingkatkan dan
dipertahankan. Semua sistem gerak dan koordinasi dapat berjalan dengan baik.
c.
Perbandingan Perkembangan Fisik dan
Psikomotorik antara Pria dan Wanita
1)
Perkembangan pada Pria
a.
Fisik : lahir dengan tubuh relatif
panjang, pertumbuhan tinggi lebih lama saat praremaja dan sangat cepat saat
remaja, proporsi otot lebih besar, berkembang lebih lambat serta lebih sedikit
lemak dalam tubuhnya.
b.
Psikomotorik : cara berjalan lebih
kaku, kemampuan berlari lebih baik, kemampuan menulis, menggunting dan menyusun
sesuatu kurang rapi, serta lebih suka dengan kegiatan fisik yang menantang
(olahraga berat, climbing, dll).
2) Perkembangan
pada Wanita
a.
Fisik : lahir dengan tubuh relatif
lebih pendek, pertumbuhan tinggi lebih cepat saat praremaja dan menurun saat
remaja, proporsi otot lebih kecil, berkembang lebih cepat serta memiliki lebih
banyak lemak dalam tubuhnya.
b.
Psikomotorik : cara berjalan lemah
gemulai, kemampuan berlari rendah, kemampuan menulis, menggunting dan menyusun
sesuatu lebih rapi, serta lebih suka dengan kegiatan fisik yang sederhana
(olahraga ringan, menari, dll)
d.
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Fisik dan Psikomotorik
1.
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Fisik
Faktor yang
memengaruhi perkembangan fisik (motor skills) peserta didik dibedakan
menjadi dua, yakni faktor internal (keturunan, gangguan emosional, jenis
kelamin, dan kesehatan) dan faktor eksternal (lingkungan, gizi, dan status
sosial ekonomi).
2. Faktor yang
Mempengaruhi Perkembangan Psikomotorik
Faktor yang
memengaruhi perkembangan psikomotorik peserta didik dibedakan menjadi dua,
yakni faktor internal (keturunan/gen dari orang tua, gangguan emosional,
perkembangan sistem syaraf, pertumbuhan otot, perkembangan kelenjar endokrin
dan perubahan struktur tubuh) dan faktor eksternal (pola asuh orang tua dan
lingkungan).
e.
Implikasi Perkembangan Psikomotor dan
Fisik Terhadap Pendidikan
Pemahaman terhadap pekembangan fisik
dan psikomotorik berkaitan erat dengan perencanaan pendidikan. Pemahaman terhadap
perkembangan ini dapat membantu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan
yang lebih efektif dan efisien.
1. Implikasi
Pendidikan pada Anak
Anak memiliki rasa ingin tahu yang
besar. Mereka merasa tertantang untuk melakukan hal baru. Anak-anak belajar
berbuat terhadap lingkungannya sebelum ia mampu berpikir mengenai apa yang
sedang ia perbuat. Masa bermain anak merupakan masa mereka berlatih dan
mempelajari segala hal. Metode pendidikan yang cocok adalah belajar sambil
bermain dengan menggunakan permainan yang menantang dan menarik bagi anak-anak
serta mampu memicu munculnya kreatifitas anak. Orientasi pendidikan lebih
ditekankan pada aspek sikap dengan materi yang digunakan banyak berkaitan
dengan fakta yakni berkaitan dengan penggalian kasus atau peristiwa serta
pengalaman empirik peserta didik sebagai realitas kehidupan.
2. Implikasi
Pendidikan pada Remaja
Remaja memiliki pola pikir intuitif dan
berpikir dengan mengkaitkan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu.
Terjadi proses asimilasi yakni penggabungan info baru dalam pengetahuan yang
ada. Orientasi pendidikan remaja lebih ditekankan pada aspek pemahaman dan
keterampilan. Remaja lebih banyak dituntut untuk terampil melakukan suatu
tindakan yang diawali dengan melakukan pertimbangan. Materi yang diajarkan
lebih berkaitan dengan konsep yang mengharuskan peserta didik mengerti akan
suatu hal. Pendidikan membimbing remaja mencapai hubungan yang lebih matang
dengan teman sebaya, mencapai peran sosial, mencapai kemandirian emosional dan
mengembangkan kemampuan intelektual.
3. Implikasi
Pendidikan pada Orang Dewasa
Orang dewasa mampu menilai diri dan
situasi secara realistis, mampu menerima dan melaksanakan tanggung jawab,
memiliki kemandirian (autonomi), dapat mengontrol emosi, penerimaan sosial dan
memiliki pandangan hidup. Masa awal dewasa individu termotivasi untuk berhasil
melalui perkembangan social dan membentuk relasi. Ketidakmampuan melakukan
hubungan sosial menjadikan individu merasa terisolasi dan frustasi. Kita sudah
dianggap dewasa dan kita dituntut untuk bertanggung jawab penuh atas segala
keberhasilan dan kegagalan kita. Orientasi pendidikan lebih ditekankan pada
aspek pengetahuan dengan fokus pada materi generalisasi, yaitu kerangka
pengambilan kesimpulan dan formulasi ketentuan serta bagaimana solusi pemikiran
dan tindakan yang dilakukan. Peserta didik dituntut untuk berpikir kritis
agar mampu mengambil kesimpulan rasional. Pada periode pertengahan dewasa
muncul keinginan membantu generasi muda mengembangkan dan mengarahkan kehidupan
yang berguna melalui generativitas/bangkit. Memberikan asuhan dan bimbingan
pada anak-anak dengan mengajarkan pengetahuan, keahlian dan keterampilan.
2.2 Implikasi Perkembangan Bahasa Dan Perilaku Kognitif
Pada tahap SMA, peserta didik apalagi dizaman
globallisasi ini kerap menggunakan istilah-istilah bahasa inggris yang
merupakan bahasa internasional. Bahasa inggris dalam kalangan sma juga
merupakan ajang “keren-kerenan”. Hal yang biasa terjadi ialah saat mereka
mengungkapkan sesuatu dengan bahasa inggris yang dipublikasikan ke social
media. Sebagian mendapat respon yang bagus namun peserta didik yang salah dalam
pelafalan, arti dsb akan menjadi cemoohan akibatnya timbul rasa kurang percaya
diri dan imbasnya cenderung tidak menyukai pelajaran bahasa inggris.
Padahal, menurut Yusuf (2005:118), bahasa sangat erat
kaitannya dengan perkembangan berpikir individu. Perkembangan pikiran individu
tampak dalam perkembangan bahasanya, yaitu kemampuan membentuk pengertian,
menyusun pendapat, dan menarik kesimpulan.
Dalam hal ini guru harus dapat meminimalisir ketidaksukaan peserta didik
terhadap pelajaran bahasa, karena pentingnya bahasa dalam perkembangan berfikir
mereka. Meskipun mereka cenderung tidak suka, namun demi kepentingan mereka
kedepannya guru hendaknya mencari cara agar siswa berminat terhadap mata pelajaran bahasa
inggris.
Ketidaksukaan siswa dalam kasus sma ialah karena siswa belum berpikir
rasional/dewasa dalam memilih mana yang akan berguna nantinya dan cenderung
berpikir pendek, dimana saat mendapat cemoohan akan berimbas pada minat mereka
dan rasa percaya diri mereka. Guru bisa memulai dengan motivasi dalam pelajaran
bahasa inggris, seperti menceritakan pengalaman terdahulu saat belajar bahasa
inggris, atau kesalahan-kesalahan penggunaan bahasa inggris pada waktu guru
masih sma. Sehingga dapat menyembuhkan problema siswa-siswa.
Peserta didik sma ialah masa dimana mereka tumbuh
penasaran terhadap bacaan yang mengandung erotis, fantastic dan estetik. Dan
mereka akan berusaha mendapatkannya bagaimanapun caranya unutk memuaskan
keinginan tersebut. Dalam hal ini guru harus mengarahkan siswa kea rah bacaan
yang positif. Jika tidak siswa sma akan menyalurkan keinginannya kearah
negative seperti membaca majalah porno.
Perkembangan bahasa dan perilaku kognitif siswa sma membawa implikasi
terhadap pendidikan disekolah. Guru dapat membuat kelompok belajar untuk siswa
guna mengatasi siswa-siswa lambat dan menumbuhkan intelijen emosi mereka.
2.3 Implikasi Perilaku Sosial, Moralitas Dan Keagamaan
Dalam kehidupan remaja yang masih
mempunyai kelabilan dalam berpikir,
remaja cenderung melakukan perbuatan-perbuatan yang justru bertentangan dengan norma masyarakat atau agamanya, seperti mengisap
ganja, mencuri. Dalam aspek pemahaman moral, Sugiyo
(1995: 106) menegaskan bahwa problematik dalam diri kaum muda sendiri umumnya berpangkal pada penampilan psikis
dan fisik, mereka berupaya menidentifikasi, mengimitasi diri mereka dengan
tokoh-tokoh idola mereka. Siswa yang masih serba labil dan terbuka pada pengaruh
luar yang diserap lewat media komunikasi pergaulan, misalnya kenaifan
seksualitas, upaya aktualisasi diri yang kurang mendapat tanggapan dan
pengakuan, konflik sekitar kebebasan, kurang
menyadari potensi dan mengenal diri, rasa rendah diri,
kurang atau tak adanya kesempatan mengenyam pendididkan bagi sebagian kaum muda
pedesaan dan mereka yang “tak punya”, juga pengaruh dari perkawinan dini, kurangnya
kesadaran dan upaya mengubah sistem
adat yang menghambat perkembangan pribadi, kesulitan sekitar perumahan,
lingkungan belajar, dan pergaulan
bagi mereka yang datang dari desa kekota besar. Semuanya itu mengakibatkan kaum
muda menjadigelisah, bingung, tidak pasti, dan masa depan suram.
Kemudian perkembangan aspek keagamaan
anak usia sekolah menengah memasuki masa kritis dan skeptic. Dimana mereka
mulai mencari dan mempertanyakan hal-hal bersifat rohaniah, teori ketuhanan dan
mencari kebenaran dan sebagainya.
Implikasi perkembangan perilaku social,
moral dan keagamaan anak usia sekolah menengah adalah pendidikan hendaknya
dilaksanakan dalam bentuk kelompok-kelompok belajar, atau perkumpula remaja
yang positif. Penting juga bagi sekolah meyediakan sarana dan fasilitas yang
mendukung kelompok-kelompok tersebut untuk mempunyai program dan tujuan mereka.
Sekolah juga harus giat berperan mengaktifkan kegiatan-kegiatan yang ada
disekolah seperti pramuka, PMR dll.
2.4 Implikasi
Perilaku Apektif, Konatif, dan Kepribadian
Memasuki usia sekolah menengah, ada lima kebutuhan yang mulai Nampak yaitu
kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, afiliasi sosial, penghargaan, dan
perwujudan diri. Reaksi emosional mulai berubah-ubah, kecenderungan arah sikap
mulai Nampak, dan menghadapi masa krisis identitas diri. Krisis identitas artinya
bahwa jika kondisi psiko sosialnya menunjang maka akan Nampak identitas yang
positif, sebaliknya jika tidak menunjang akan tampak identitas yang negatif.
Ada beberapa
masalah yang menyangkut dengan perilaku afektif, konatif, dan kepribadian,
yaitu
1. Mudah sekali digerakkan untuk melakukan kegiata
destruktif yang spontan untuk melampiaskan ketegangan institusi emosionalnya
meskipun tidak mengetahui maksud yang sebenarnya dan tindakan-tindakannya.
2.
Ketidak
mampuan menegakkan kata hatinya, mengakibatkan sukar terintegrasikan dan
sintesa fungsi psiko fisiknya, dan berlanjut akan sukar menentukan identitas
pribadinya.
2.5 Implikasi
Perkembangan Emosi Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan.
Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, pertumbuhan organ-organ seksual
mempengaruhi emosi atau perasaan-perasaan baru yang dialami sebelumnya, seperti
rasa cinta, rindu dan keinginan berkenalan lebih dalam dengan lawan jenis.
Pengembangan
emosi peserta didik juga sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor perubahan
jasmani, perubahan dalam hubungannya dengan orang tua, perubahan dalam
hubungannya dengan teman-temannya, perubahan pandangan luar dan perubahan dalam hubungannya dengan
sekolah. Oleh karena itu, perbedaan individual dalam perkembangan emosi sangat
dimungkinkan terjadi dan pasti dapat terjadi.
Intervensi pendidikan untuk mengembangkan emosi remaja agar dapat
mengembangkan kecerdasan emosional, salah satu diantaranya ialah dengan
menggunakan intervensi yang dikemukakan oleh W.T. Grant Consortium, yaitu:
1. Pengembangan keterampilan emosional
Cara yang dapat dilakukan adalah:
-
Mengidentifikasi
dan memberi nama atau label perasaan
-
Mengungkapkan
perasaan
-
Menilai
intensitas perasaan
-
Mengelola
perasaan
-
Menunda
perasaan
-
Mengendalikan
dorongan hati
-
Mengurangi
stress
-
Memahami
perbedaan
2.
Pengembangan
keterampilan kognitif
Cara yang dapat dilakukan adalah:
-
Belajar
melakukan dialog batin sebagai cara untuk menghadapi dan mengatasi masalah atau
memperkuat perilaku diri sendiri
-
Belajar
membaca dan menafsirkan isyarat-isyarat sosial
-
Belajar
menggunakan langkah-langkah penyelesaian masalah dan mengambil keputusan
-
Belajar
memahami sudut pandang orang lain
-
Belajar
memahami sopan santun
-
Belajar
bersikap positif
-
Belajar
mengembangkan kesadaran diri
3.
Pengembangan
keterampilan perilaku
Cara yang dapat dilakukan adalah:
-
Mempelajari
komunikasi non verbal
-
Mempelajari
komunikasi verbal
-
Belajar
mengembangkan kesadaran diri
-
Belajar
mengambil keputusan pribadi
-
Belajar
mengelola perasaan
-
Belajar
menangani stress
-
Belajar
merempati
-
Belaraj
berkomunikasi
-
Belajar
membuka diri
-
Belajar
mengembangkan pemahaman
-
Belajar
menerima diri sendiri
-
Belajar
mengembangkan tanggung jawab pribadi
-
Belajar
mengembangkan ketegasan
-
Mempelajari
dinamika kelompok
-
Belajar
menyelesaikan kelompok
2.6
Implikasi
Perkembangan Konsep Diri
Konsep diri menurut Atwater (1987) adalah keseluruhan gambaran diri, yang
meliputi persepsi seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai
yang berhubungan dengan dirinya.
Ada tiga bentuk
tentang konsep diri menurut Atwater yaitu:
1.
Body
image, kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat
dirinya sendiri.
2.
Ideal
self, yaitu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan seseorang mengenai
dirinya.
3.
Social
self, yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya.
Konsep diri merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan
psikososial peserta didik. Konsep diri memengaruhi perilaku peserta didik dan
mempunyai hubungan yang sangat menentukan proses pendidikan dan prestasi
belajar mereka. Peserta didik yang mengalami permasalahan di sekolah pada
umumnya menunjukkan tingkat konsep diri yang rendah. Oleh sebab itu, dalam
rangka meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah, guru perlu melakukan
upaya-upaya yang memungkinkan terjadinya peningkatan konsep diri peserta didik.
Berikut ini
akan diuraikan beberapa strategi yang mungkin dapat guru dilakukan guru dalam
mengembangkan dan meningkatkan konsep diri peserta didik.
1. Membuat
siswa merasa mendapat dukungan dari guru. Dalam mengembangkan konsep diri yang positif, siswa
perlu mendapat dukungan dari guru. Dukungan guru uru. ini dapat ditunjukkan
dalam bentuk dukungan emosional (emotional support), seperti ungkapan
empati, kepedulian, perhatian, dan umpan balik, dan dapat pula berupa dukungan
penghargaan (esteem support), seperti melalui ungkapan hormat
(penghargaan) positif terhadap siswa, dorongan untuk maju atau persetujuan
dengan gagasan atau perasaan siswa dan perbandingan positif antara satu siswa
dengan siswa lain. Bentuk dukungan ini memungkinkan siswa untuk maju membangun
perasaan memiliki harga diri, memiliki kemampuan atau kompeten dan berarti.
2.
Membuat siswa merasa bertanggungjawab. Memberi kesempatan kepada siswa untuk membuat keputusan
sendiri atas perilakunya dapat diartikan sebagai upaya guru untuk memberi
tanggung jawab kepada siswa. Tanggung jawab ini akan mengarahkan sikap positif
siswa terhadap konsep diri, yang diwujudkan dengan usaha pencapaian prestasi
belajar yang tinggi serta peningkatan integritas dalam menghadapi tekanan
sosial. Hal ini menunjukkan pula adanya pengharapan guru terhadap perilaku
siswa, sehingga siswa merasa dirinya mempunyai peranan dan diikutsertakan dalam
kegiatan pendidikan.
3.
Membuat siswa merasa mampu. Ini dapat dilakukan dengan cara menunjukkan sikap dan
pandangan yang positif terhadap kemampuan yang dimiliki siswa. Guru harus
berpandangan bahwa semua siswa pada dasarnya memiliki kemampuan, hanya saja
mungkin belum dikembangkan. Dengan sikap dan pandangan positif terhadap
kemampuan siswa ini, maka siswa juga akan berpandangan positif terhadap
kemampuan dirinya.
4.
Mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan
yang realistis. Dalam upaya
meningkatkan konsep diri siswa, guru harus membentuk siswa untuk menetapkan
tujuan yang hendak dicapai serealistis mungkin, yakni tujuan yang sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya. Penetapan tujuan yang realistis ini dapat dilakukan
dengan mengacu pada pencapaian prestasi di masa lampau. Dengan bersandar pada
keberhasilan masa lampau, maka pencapaian prestasi sudah dapat diramalkan,
sehingga siswa akan terbantu untuk bersikap positif terhadap kemampuan dirinya
sendiri.
5.
Membantu siswa menilai diri mereka
secara realistis. pada saat
mengalami kegagalan, adakalanya siswa menilainya secara negatif, dengan
memandang dirinya sebagai orang yang tidak mampu. Untuk menghindari penilaian
yang negatif dari siswa tersebut, guru perlu membantu siswa menilai prestasi
mereka secara realistis, yang membantu rasa percaya akan kemampuan mereka dalam
menghadapi tugas-tugas sekolah dan meningkatkan prestasi belajar di kemudian
hari. Salain satu cara membantu siswa menilai diri mereka secara realistis
adalah dengan membandingkan prestasi siswa pada masa lampau dan prestasi siswa
saat ini. Hal ini pada gilirannya dapat membangkitkan motivasi, minat, dan
sikap siswa terhadap seluruh tugas di sekolah.
6.
Mendorong siswa agar bangga dengan
dirinya secara realistis.
Upaya lain yang harus dilakukan guru dalam membantu mengembangkan konsep diri
peserta didik adalah dengan memberikan dorongan kepada siswa agar bangga dengan
prestasi yang telah dicapainya. Ini adalah penting, karena perasaan bangga atas
prestasi yang dicapai merupakan salah satu kunci untuk menjadi lebih positif
dalam memandang kemampuan yang dimiliki.
2.7
Implikasi
Tugas-Tugas Perkembangan Remaja Bagi Pendidikan
Menurut R.J.havinghurst tugas-tugas perkembangan
diartikan sebagai tugas yang timbul pada suatu periode atau masa tertentu dalam
kehidupan seseorang. Keberhasilan dalam melaksanakan tugas perkembangan akan
menumbuhkan rasa bahagia, serta memberikan kemudan bagi pemenuhan tugas-tugas
selanjutnya. Sedangkan kegagalan akan menimbulkan ketidakbahagiaan dan membawa
kesukaran dalam menghadapi tugas-tugas perkembangan selanjutnya.
Tugas-tugas ini timbul karena adanya 3 kekuatan kerja
sama, yaitu:
1.
Kematangan
fisik, misalnya: si A, belajar berjalan karena kemtangan otot-otot kaki; dan si
B, belajar bertingkah laku,bergaul dengan jenis kelamin yang berbedapada masa
remaja karena kematanganorgan-organ seksual.
2.
Tuntutan
masyarakat secara kultural, misalnya: belajar membaca, belajar menulis, belajar
berhitung, dan belajar berorganisasi.
3.
Tuntutan
dari dorongan dan cita-cita individu sendiri, misalnya: memilih pekerjaan, dan
memilih teman hidup.
Jadi, tugas-tugas remaja itu harus dapat diselesaikan
dengan baik, karena akan membawa implikasi penting bagi penyelenggaraan
pendidikan dalam membantu remaja tersebut, yaitu:
1.
Sekolah
dan perguruan tinggi perlu memberikan kesempatan melaksanakan kegiatan-kegiatan
non-akademik melalui berbagai perkumpulan.
2.
Membantu
remaja putra-putri yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya melalui bimbingan
dan konseling.
3.
Siswa
yang lambat perkembangan jasmaninya diberi kesempatan berlomba dalam kegiatan
kelompoknya sendiri.
4.
Pemberian
bantuan kepada siswa untuk memilih lapangan pekerjaan yang sesuai dengan minat
dan keinginannya, dan mmbantu siswa mendapatkan pendidikan yang bermanfaat
untuk mempersiapkan diri memasuki pekerjaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Awal dari perkembangan pribadi
seseorang pada asasnya bersifat biologis. Fisik atau tubuh manusia merupakan
sistem organ yang kompleks dan sangat mengagumkan. Perkembangan fisik individu
meliputi empat aspek, yaitu sistem syaraf, otot-otot, kelenjar endokrin dan
struktur/fisik tubuh. Hal ini juga berkaitan erat dengan perkembangan bahasa dan perilaku
kognitif siswa yang membawa implikasi terhadap pendidikan disekolah. Penting juga bagi sekolah meyediakan sarana dan fasilitas yang
mendukung kelompok-kelompok tersebut untuk mempunyai program dan tujuan mereka.Implikasi
perkembangan perilaku social, moral dan keagamaan anak usia sekolah menengah
adalah pendidikan hendaknya dilaksanakan dalam bentuk kelompok-kelompok
belajar, atau perkumpula remaja yang positif. Pengembangan emosi peserta didik juga sangat erat
kaitannya dengan faktor-faktor perubahan jasmani, perubahan dalam hubungannya
dengan orang tua, perubahan dalam hubungannya dengan teman-temannya, perubahan
pandangan luar dan perubahan dalam
hubungannya dengan sekolah. Oleh karena itu, perbedaan individual dalam
perkembangan emosi sangat dimungkinkan terjadi dan pasti dapat terjadi
DAFTAR PUSTAKA
Syarif,
Kemali.2015.Perkembangan Peserta Didik.
Medan: Unimed Press.
http://weloveblitar.blogspot.co.id/2013/02/perkembangan-fisik-dan-psikomotorik.html
http//m.facebook.com/permalink.php?
http://wiwikyulihaningsih.wordpress.com/perkembanganperilaku-dan-kepribadian-seseorang/
hamsahblogman.blogspot.com/2012/10/perkembangan-peserta-didik-html?=1
Sumantri. M. Nana Sayodih. 2004.
Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Universitas Terbuka.
Bab IV Skripsi
Bimbingan
Budaya Melayu
Contoh Abstrak
Contoh Daftar Isi Skripsi Jurusan Manajemen Perhotelan
Kumpulan Makalah
Makalah
Makalah Ekonomi
Makalah Pendidikan
Pengertian