BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sumber
daya manusia yang berkualitas merupakan hal yang penting bagi suatu negara
untuk menjadi negara maju, kuat, makmur dan sejahtera. Upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia tidak bisa terpisah dengan masalah pendidikan
bangsa. Kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan produktivitas
kinerja suatu organisasi atau instansi. Oleh karena itu, diperlukan Sumber Daya
Manusia yang mempunyai kompetensi tinggi karena keahlian atau kompetensi agar
dapat mendukung peningkatan prestasi kinerja karyawan.
Karena adanya tantangan-tantangan baru untuk
meningkatkan pelayanan publik baik kualitas maupun kuantitasnya, maka merupakan
suatu hal yang mendesak bagi organisasi maupun perusahaan untuk melakukan
peningkatan dan pengembangan kemampuan, pengetahuan serta keterampilan sumber
daya manusianya, sehingga diharapkan akan bisa menghasilkan pegawai yang
memiliki tingkat kompetensi yang kompetitif.
Suatu sistem penilaian prestasi kerja yang baik
harus bisa menampung berbagai tantangan eksternal yang dihadapi oleh para
pegawai, terutama yang mempunyai dampak kuat terhadap pelaksanaan tugasnya.
Tidak dapat disangkal bahwa berbagai situasi yang dihadapi oleh seseorang di
luar pekerjaannya, seperti masalah keluarga, keadaan keuangan, tanggung jawab
sosial dan berbagai masalah pribadi lainnya pasti berpengaruh terhadap prestasi
kerja seseorang.
Hal ini berarti sistem penilaian tersebut harus
memungkinkan para pegawai untuk mengemukakan berbagai masalah yang dihadapinya
itu. Organisasi seyogianya memberikan bantuan kepada para anggotanya untuk
mengatasi masalahnya itu.
Penilaian prestasi sebenarnya tidak hanya untuk
kepentingan perubahan status Karyawan (dari status percobaan/kontrak akan
menjadi tetap) atau untuk kenaikan jabatan saja. Tapi juga bisa untuk
menentukan mutasi, demosi, kenaikan gaji berkala (kalau ada), perhitungan
insentif, bonus dan bentuk reward yang lain.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apa Pengertian Penilaian Kinerja ?
2 . Apa
Tujuan
dan Manfaat Penilaian Kinerja ?
3. Bagaimana
Elemen
Penilaian Kinerja ?
4. Apa Metode
Penilaian Kinerja ?
5. Bagaimana
Proses
Penyusunan Penilaian Kinerja ?
D. TUJUAN DAN MANFAAT
Agar dapat menambah wawasan pembaca tentang :
1.
Pengertian
Penilaian Kinerja
2.
Tujuan
dan Manfaat Penilaian Kinerja
3.
Elemen
Penilaian Kinerja
4.
Metode
Penilaian Kinerja
5.
Proses
Penyusunan Penilaian Kinerja
6.
Penilaian
Kinerja Guru
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penilaian Kinerja
Penilaian prestasi kerja menurut
Utomo, Tri Widodo W adalah proses untuk mengukur prestasi kerja pegawai
berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan, dengan cara membandingkan sasaran
(hasil kerjanya) dengan persyaratan deskripsi pekerjaan yaitu standar pekerjaan
yang telah ditetapkan selama periode tertentu. Standar kerja tersebut dapat
dibuat baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Siagian
(1995:225–226) menyatakan bahwa penilaian prestasi kerja adalah suatu
pendekatan dalam melakukan penilaian prestasi kerja para pegawai yang di
dalamnya terdapat berbagai faktor seperti :
1.
Penilaian
dilakukan pada manusia sehingga disamping memiliki kemampuan tertentu juga
tidak luput dari berbagai kelemahan dan kekurangan;
2.
Penilaian
yang dilakukan pada serangkaian tolak ukur tertentu yang realistik, berkaitan
langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditetapkan dan diterapkan
secara obyektif;
3.
Hasil
penilaian harus disampaikan kepada pegawai yang dinilai dengan lima maksud:
a.
Apabila
penilaian tersebut positif maka penilaian tersebut menjadi dorongan kuat bagi
pegawai yang bersangkutan untuk lebih berprestasi lagi pada masa yang akan
datang sehingga kesempatan meniti karier lebih terbuka baginya.
b.
Apabila penilaian
tersebut bersifat negatif maka pegawai yang bersangkutan mengetahui
kelemahannya dan dengan sedemikian rupa mengambil berbagai langkah yang
diperlukan untuk mengatasi kelemahan tersebut.
c.
Jika
seseorang merasa mendapat penilaian yang tidak obyektif, kepadanya diberikan
kesempatan untuk mengajukan keberatan sehingga pada akhirnya ia dapat memahami
dan menerima hasil penilaian yang diperolehnya.
d.
Hasil
penilaian yang dilakukan secara berkala itu terdokumentasikan secara rapi dalam
arsip kepegawaian setiap pegawai sehingga tidak ada informasi yang hilang, baik
yang sifatnya menguntungkan maupun merugikan pegawai bersangkutan;
e.
Hasil
penilaian prestasi kerja setiap orang menjadi bahan yang selalu turut
dipertimbangkan dalam setiap keputusan yang dambil mengenai mutasi pegawai,
baik dalam arti promosi, alih tugas, alih wilayah, demosi maupun dalam
pemberhentian tidak atas permintaan sendiri.
Penilaian
kinerja menurut Mondy dan Noe (1993:394) merupakan suatu sistem formal yang
secara berkala digunakan untuk mengevaluasi kinerja individu dalam menjalankan
tugas-tugasnya. Sedangkan Mejia, dkk (2004:222-223) mengungkapkan bahwa
penilaian kinerja merupakan suatu proses yang terdiri dari:
Ø Identifikasi,
yaitu menentukan faktor-faktor kinerja yang berpengaruh terhadap kesuksesan
suatu organisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengacu pada hasil analisa
jabatan.
Ø Pengukuran,
merupakan inti dari proses sistem penilaian kinerja. Pada proses ini, pihak
manajemen menentukan kinerja pegawai yang bagaimana yang termasuk baik dan
buruk. Manajemen dalam suatu organisasi harus melakukan perbandingan dengan
nilai-nilai standar atau memperbandingkan kinerja antar pegawai yang memiliki
kesamaan tugas.
Ø Manajemen,
proses ini merupakan tindak lanjut dari hasil penilaian kinerja. Pihak
manajemen harus berorientasi ke masa depan untuk meningkatkan potensi pegawai
di organisasi yang bersangkutan. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian umpan
balik dan pembinaan untuk meningkatkan kinerja pegawainya.
Berdasarkan
beberapa pendapat ahli mengenai pengertian penilaian kinerja, terdapat benang
merah yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan bahwa penilaian kinerja
merupakan suatu sistem penilaian secara berkala terhadap kinerja pegawai yang
mendukung kesuksesan organisasi atau yang terkait dengan pelaksanaan tugasnya.
Proses penilaian dilakukan dengan membandingkan kinerja pegawai terhadap
standar yang telah ditetapkan atau
memperbandingkan kinerja antar pegawai yang memiliki kesamaan
tugas.
B. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
Penilaian
kinerja menurut Werther dan Davis (1996:342) mempunyai beberapa tujuan dan
manfaat bagi organisasi dan pegawai yang dinilai, yaitu:
1. Performance
Improvement. Memungkinkan pegawai dan manajer untuk mengambil tindakan yang
berhubungan dengan peningkatan kinerja.
2. Compensation
Adjustment. Membantu para pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang
berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.
3. Placement
Decision. Menentukan promosi, transfer, dan demotion.
4. Training
and Development Needs. Mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi
pegawai agar kinerja mereka lebih optimal.
5. Carrer
Planning and Development. Memandu untuk menentukan jenis karir dan potensi
karir yang dapat dicapai.
6.
Staffing
Process Deficiencies. Mempengaruhi prosedur perekrutan pegawai.
7. Informational
Inaccuracies and Job Design Errors. Membantu menjelaskan apa saja kesalahan
yang telah terjadi dalam manajemen sumber daya manusia terutama di bidang
informasi job analysis, job design, dan sistem informasi manajemen sumber daya
manusia.
8. Equal
Employment Opportunity. Menunjukkan bahwa placement decision tidak
diskriminatif.
9. External
Challenges. Kadang-kadang kinerja pegawai dipengaruhi oleh faktor eksternal
seperti keluarga, keuangan pribadi, kesehatan, dan lain-lainnya. Biasanya
faktor ini tidak terlalu kelihatan, namun dengan melakukan penilaian kinerja,
faktor-faktor eksternal ini akan kelihatan sehingga membantu departemen sumber
daya manusia untuk memberikan bantuan bagi peningkatan kinerja pegawai.
10. Feedback.
Memberikan umpan balik bagi urusan kepegawaian maupun bagi pegawai itu sendiri.
Berdasarkan
kesepuluh tujuan di atas, berbagai pihak manajemen lembaga dan perusahaan
mengarahkan tujuan penilaian kinerja untuk :
·
Memberikan feedback bagi pegawai dan urusan
kepegawaian
·
Dipergunakan sebagai pertimbangan penentuan
sistem reward (namun pada kenyataannya berdasarkan hasil penilaian kinerja
periode Desember 2004, justru penilaian kinerja sebagai pertimbangan penentuan
punishment bagi pegawai yang kinerjanya kurang baik)
·
Dipergunakan sebagai pertimbangan promosi dan
rotasi pegawai
·
Dipergunakan sebagai sumber informasi tentang
kebutuhan pelatihan dan pengembangan pegawai.
C. Elemen Penilaian Kinerja
Penilaian
kinerja yang baik adalah yang mampu untuk menciptakan gambaran yang tepat
mengenai kinerja pegawai yang dinilai. Penilaian tidak hanya ditujukan untuk
menilai dan memperbaiki kinerja yang buruk, namun juga untuk mendorong para
pegawai untuk bekerja lebih baik lagi. Berkaitan dengan hal ini, penilaian
kinerja membutuhkan standar pengukuran, cara penilaian dan analisa data hasil
pengukuran, serta tindak lanjut atas hasil pengukuran. Elemen-elemen utama
dalam sistem penilaian kinerja Werther dan Davis (1996:344) adalah :
a. Performance
Standard
Penilaian
kinerja sangat membutuhkan standar yang jelas yang dijadikan tolok ukur atau
patokan terhadap kinerja yang akan diukur. Standar yang dibuat tentu saja harus
berhubungan dengan jenis pekerjaan yang akan diukur dan hasil yang diharapkan
akan terlihat dengan adanya penilaian kinerja ini. Ada empat hal yang harus
diperhatikan dalam menyusun standar penilaian kinerja yang baik dan benar yaitu
validity, agreement, realism, dan objectivity.
Validity adalah keabsahan standar tersebut
sesuai dengan jenis pekerjaan yang dinilai. Keabsahan yang dimaksud di sini
adalah standar tersebut memang benar-benar sesuai atau relevan dengan jenis
pekerjaan yang akan dinilai tersebut.
Agreement berarti persetujuan, yaitu standar
penilaian tersebut disetujui dan diterima oleh semua pegawai yang akan mendapat
penilaian. Ini berkaitan dengan prinsip validity di atas.
Realism berarti standar penilaian tersebut
bersifat realistis, dapat dicapai oleh para pegawai dan sesuai dengan kemampuan
pegawai.
Objectivity berarti standar tersebut bersifat
obyektif, yaitu adil, mampu mencerminkan keadaan yang sebenarnya tanpa menambah
atau mengurangi kenyataan dan sulit untuk dipengaruhi oleh bias-bias penilai.
b. Kriteria
Manajemen Kinerja (Criteria for Managerial Performance)
Kriteria
penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa dimensi, yaitu kegunaan
fungsional (functional utility), keabsahan (validity), empiris (empirical
base), sensitivitas (sensitivity), pengembangan sistematis (systematic
development), dan kelayakan hukum (legal appropriateness).
1. Kegunaan
fungsional bersifat krusial, karena hasil penilaian kinerja dapat digunakan
untuk melakukan seleksi, kompensasi, dan pengembangan pegawai, maka hasil
penilaian kinerja harus valid, adil, dan berguna sehingga dapat diterima oleh
pengambil keputusan.
2. Valid
atau mengukur apa yang sebenarnya hendak diukur dari penilaian kinerja
tersebut.
3. Bersifat
empiris, bukan berdasarkan perasaan semata.
4. Sensitivitas
kriteria. Kriteria itu menunjukkan hasil yang relevan saja, yaitu kinerja,
bukan hal-hal lainnya yang tidak berhubungan dengan kinerja.
5. Sistematika
kriteria. Hal ini tergantung dari kebutuhan organisasi dan lingkungan
organisasi. Kriteria yang sistematis tidak selalu baik. Organisasi yang berada
pada lingkungan yang cepat berubah mungkin justru lebih baik menggunakan
kriteria yang kurang sistematis untuk cepat menyesuaikan diri dan begitu juga
sebaliknya.
6. Kelayakan
hukum yaitu kriteria itu harus sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dimensi-dimensi ini digunakan dalam penentuan jenis-jenis kriteria penilaian
kinerja. Adapun kriteria-kriteria tersebut adalah people-based criteria,
product-based criteria, behaviour-based criteria. People-based criteria dibuat
berdasarkan dimensi kegunaan fungsional sehingga banyak digunakan untuk
selection dan penentuan kompensasi. Kriteria ini dibuat berdasarkan penilaian
terhadap kemampuan pribadi, seperti pengalaman, kemampuan intelektual, dan
keterampilan. Product-based criteria biasanya dianggap lebih baik daripada
people -based criteria. Kriteria ini didasarkan atas tujuan atau jenis output
yang ingin dicapai. Behaviour-based criteria
mempunyai banyak aspek, bisa dari segi hukum, etika, normatif, atau
teknis. Kriteria ini dibuat berdasarkan perilaku-perilaku yang diharapkan sesuai
dengan aspek-aspek tersebut.
c. Pengukuran
Kinerja (Performance Measures)
Pengukuran
kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian (rating) yang
relevan. Rating tersebut harus mudah digunakan sesuai dengan yang akan diukur,
dan mencerminkan hal-hal yang memang menentukan kinerja Werther dan Davis
(1996:346).
Pengukuran
kinerja juga berarti membandingkan antara standar yang telah ditetapkan dengan
kinerja sebenarnya yang terjadi. Pengukuran kinerja dapat bersifat subyektif
atau obyektif. Obyektif berarti pengukuran kinerja dapat juga diterima, diukur
oleh pihak lain selain yang melakukan penilaian dan bersifat kuantitatif.
Sedangkan pengukuran yang bersifat subyektif berarti pengukuran yang
berdasarkan pendapat pribadi atau standar pribadi orang yang melakukan
penilaian dan sulit untuk diverifikasi oleh orang lain.
d. Analisa
Data Pengukuran
Setelah
menetapkan standar pengukuran, kemudian mulailah dikumpulkan data-data yang
diperlukan. Data-data dapat dikumpulkan dengan melakukan wawancara, survei
langsung, atau meneliti catatan pekerjaan dan lain sebagainya. Data-data
tersebut dikumpulkan dan dianalisa apakah ada perbedaan antara standar kinerja
dengan kinerja aktual.
e. Bias dan
Tantangan dalam Penilaian Kinerja
Penilaian
kinerja harus bebas dari diskriminasi. Apapun bentuk atau metode penilaian yang
dilakukan oleh pihak manajemen harus adil, realistis, valid, dan relevan dengan
jenis pekerjaan yang akan dinilai karena penilaian kinerja ini tidak hanya
berkaitan dengan masalah prestasi semata, namun juga menyangkut masalah gaji,
hubungan kerja, promosi/demosi, dan penempatan pegawai. Adapun bias-bias yang
sering muncul menurut Werther dan Davis (1996:348) adalah :
i.
Hallo Effect, terjadi karena penilai menyukai
atau tidak menyukai sifat pegawai yang dinilainya. Oleh karena itu, pegawai
yang disukai oleh penilai cenderung akan memperoleh nilai positif pada semua
aspek penilaian, dan begitu pula sebaliknya, seorang pegawai yang tidak disukai
akan mendapatkan nilai negatif pada semua aspek penilaian;
ii.
Liniency and Severity Effect. Liniency effect
ialah penilai cenderung beranggapan bahwa mereka harus berlaku baik terhadap
pegawai, sehingga mereka cenderung memberi nilai yang baik terhadap semua aspek
penilaian. Sedangkan severity effect ialah penilai cenderung mempunyai
falsafah dan pandangan yang sebaliknya terhadap
pegawai sehingga cenderung akan memberikan nilai yang buruk;
iii.
Central tendency, yaitu penilai tidak ingin
menilai terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah kepada bawahannya (selalu
berada di tengah-tengah).
Toleransi penilai yang terlalu berlebihan
tersebut menjadikan penilai cenderung memberikan penilaian dengan nilai yang
rata-rata.
iv.
Assimilation and differential effect.
Assimilation effect, yaitu penilai cenderung menyukai pegawai yang mempunyai
ciri-ciri atau sifat seperti mereka, sehingga akan memberikan nilai yang lebih
baik dibandingkan dengan pegawai yang tidak memiliki kesamaan sifat dan
ciri-ciri dengannya. Sedangkan differential effect, yaitu penilai cenderung
menyukai pegawai yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri yang tidak ada pada
dirinya, tapi sifat-sifat itulah yang mereka inginkan, sehingga penilai akan
memberinya nilai yang lebih baik dibanding yang lainnya;
v.
First impression error, yaitu penilai yang
mengambil kesimpulan tentang pegawai berdasarkan kontak pertama mereka dan
cenderung akan membawa kesan-kesan ini dalam penilaiannya hingga jangka waktu
yang lama;
vi.
Recency effect, penilai cenderung memberikan
nilai atas dasar perilaku yang baru saja mereka saksikan, dan melupakan
perilaku yang lalu selama suatu jangka waktu tertentu.
D. Metode Penilaian Kinerja
Banyak
metode dalam penilaian kinerja yang bisa dipergunakan, namun secara garis besar
dibagi menjadi dua jenis, yaitu past oriented appraisal methods (penilaian
kinerja yang berorientasi pada masa lalu) dan future oriented appraisal methods
(penilaian kinerja yang berorientasi ke masa depan), (Werther dan Davis,
1996:350). Past based methods adalah penilaian kinerja atas kinerja seseorang
dari pekerjaan yang telah dilakukannya. Kelebihannya adalah jelas dan mudah
diukur, terutama secara kuantitatif. Kekurangannya
adalah
kinerja yang diukur tidak dapat diubah sehingga kadang-kadang justru salah
menunjukkan seberapa besar potensi yang dimiliki oleh seseorang. Selain itu,
metode ini
kadang-kadang
sangat subyektif dan banyak biasnya.
Future based methods adalah penilaian kinerja dengan menilai seberapa
besar potensi pegawai dan mampu untuk menetapkan kinerja yang diharapkan pada
masa datang. Metode ini juga kadang-kadang masih menggunakan past method.
Catatan kinerja juga masih digunakan sebagai acuan untuk menetapkan kinerja
yang diharapkan. Kekurangan dari metode ini adalah keakuratannya,
karena
tidak ada yang bisa memastikan 100% bagaimana kinerja seseorang pada masa
datang. pendekatan penilaian kinerja oleh Wherther di atas berbeda dengan
klasifikasi yang dilakukan oleh Kreitner dan Kinicki (2000). Berdasarkan aspek
yang diukur, Kreitner dan Kinicki mengklasifikasikan penilaian kinerja menjadi
tiga, yaitu : pendekatan trait, pendekatan perilaku dan pendekatan hasil.
Pendekatan
trait adalah pendekatan penilaian kinerja yang lebih fokus pada orang.
Pendekatan ini melakukan perankingan terhadap trait atau karakteristik individu
seperti inisiatif, loyalitas dan kemampuan pengambilan keputusan. Pendekatan
trait memiliki kelemahan karena ketidakjelasan kinerja secara nyata. Pendekatan
perilaku, pendekatan ini lebih fokus pada proses dengan melakukan penilaian
kinerja berdasarkan perilaku yang tampak dan mendukung kinerja seseorang.
Sedangkan pendekatan hasil adalah pendekatan yang lebih fokus pada capaian atau
produk. Metode penilaian kinerja yang menggunakan pendekatan hasil seperti
metode management by objective (MBO), (Kreitner dan Kinicki, 2000:303-304).
Metode-metode
penilaian kinerja yang sesuai dengan pengkategorian dua tokoh di atas yang
paling banyak digunakan menurut Mondy dan Noe (1993:402-414) adalah:
a. Written
Essays, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator menulis deskripsi
mengenai kekuatan pekerja, kelemahannya, kinerjanya pada masa lalu, potensinya
dan memberikan saran-saran untuk pengembangan pekerja tersebut.
b. Critical
Incidents, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator mencatat mengenai
apa saja perilaku/pencapaian terbaik dan terburuk (extremely good or bad
behaviour) pegawai.
c. Graphic
Rating Scales, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator menilai
kinerja pegawai dengan menggunakan skala dalam mengukur faktor-faktor kinerja
(performance
factor ). Misalnya adalah dalam mengukur tingkat inisiatif dan tanggung jawab
pegawai. Skala yang digunakan adalah 1 sampai 5, yaitu 1 adalah yang terburuk
dan 5 adalah yang terbaik. Jika tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai
tersebut biasa saja, misalnya,
maka ia
diberi nilai 3 atau 4 dan begitu seterusnya untuk menilai faktor-faktor kinerja
lainnya. Metode ini merupakan metode umum yang paling banyak digunakan oleh
organisasi.
d. Behaviourally
Anchored Rating Scales (BARS), merupakan teknik penilaian kinerja yaitu
evaluator menilai pegawai berdasarkan beberapa jenis perilaku kerja yang
mencerminkan dimensi kinerja dan membuat skalanya. Misalnya adalah penilaian
pelayanan pelanggan. Bila
pegawai
bagian pelayanan pelanggan tidak menerima suap dari pelanggan, ia diberi skala
4 yang berarti kinerja lumayan. Bila pegawai itu membantu pelanggan yang
kesulitan atau
kebingungan,
ia diberi skala 7 yang berarti kinerjanya memuaskan, dan seterusnya. Metode ini
mendeskripsikan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tingkat kinerja yang
diharapkan. Pada contoh di atas, nilai 4 dideskripsikan dengan tidak menerima
suap dari pelanggan. Nilai
7
dideskripsikan dengan menolong pelanggan yang membutuhkan bantuan. Dengan
mendeskripsikannya, metode ini mengurangi bias yang terjadi dalam penilaian.
e. Multiperson
Comparison, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu seorang pegawai
dibandingkan dengan rekan kerjanya. Biasanya dilakukan oleh supervisor. Ini
sangat berguna untuk menentukan kenaikan gaji (merit system), promosi, dan
penghargaan perusahaan.
f. Management
By Objectives. Metode ini juga merupakan penilaian kinerja, yaitu pegawai
dinilai berdasarkan pencapaiannya atas tujuan-tujuan spesifik yang telah
ditentukan sebelumnya. Tujuan-tujuan ini tidak ditentukan oleh manajer saja,
melainkan ditentukan dan disepakati bersama oleh para pegawai dan manajer.
Setiap
metode di atas memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing, sehingga
tidak baik bagi organisasi untuk menggantungkan penilaian kinerjanya hanya pada
satu jenis metode saja. Sebaiknya, organisasi menggabungkan beberapa metode
yang sesuai dengan lingkup organisasinya, Mondy dan Noe (1993: 414).
E.
Proses Penyusunan Penilaian Kinerja
Proses
penyusunan penilaian kinerja menurut Mondy dan Noe (1993:398) terbagi dalam
beberapa tahapan kegiatan yang ditunjukkan dalam gambar di bawah ini:
1. Identifiksi Tujuan
2. Mendiskusikan hasil penilaian dengan
pegawai
3. Menilai Kinerja Pegawai
4. Menetapkan Standar Terhadap Suatu
Jabatan
5. Menyusun Sistem Penilaian Kerja
Langkah
pertama yang harus dilakukan dalam menyusun sistem penilaian kinerja yaitu
harus digali terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi dengan
adanya sistem penilaian kinerja yang akan disusun. Hal ini menjadi penting
karena dengan mengetahui tujuan yang ingin dicapai akan lebih memudahkan dalam
menentukan desainpenilaian kinerja.
Langkah
yang kedua, menetapkan standar yang diharapkan dari suatu jabatan, sehingga
akan diketahui dimensi-dimensi apa saja yang akan diukur dalam penilaian kinerja.
Dimensi-dimensi tersebut tentunya harus sangat terkait dengan pelaksanaan tugas
pada jabatan itu. Tahap ini biasanya dapat dilakukan dengan menganalisa jabatan
(job analysis) atau menganalisa uraian tugas masing-masing jabatan.
Setelah
tujuan dan dimensi yang akan diukur dalam penilaian kinerja diketahui, maka
langkah selanjutnya yaitu menentukan desain yang sesuai untuk mencapai tujuan
yang diharapkan. Penentuan desain penilaian kinerja ini harus selalu dikaitkan
dengan tujuan penilaian. Hal ini karena tiap-tiap desain penilaian kinerja
memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Sebagai contoh, penilaian
kinerja yang dilakukan untuk menentukan besaran gaji pegawai dengan penilaian
kinerja yang bertujuan hanya untuk mengetahui kebutuhan pengembangan tentunya
memiliki desain yang berbeda.
Langkah
berikutnya adalah melakukan penilaian kinerja terhadap pegawai yang menduduki
suatu jabatan. Penilaian kinerja ini dapat dilakukan oleh atasan saja, atau
dengan sistem 360o. Penilaian dengan sistem 360o
maksudnya adalah penilaian satu pegawai dilakukan oleh atasan, rekan kerja yang
sejajar/setingkat, dan bawahannya. Hasil dari penilaian kinerja, selanjutnya
dianalisa dan dikomunikasikan kembali kepada pegawai yang dinilai agar mereka
mengetahui kinerjanya selama ini serta mengetahui kinerja yang diharapkan oleh
organisasi. Evaluasi terhadap sistem penilaian kinerja yang telah dilakukan
juga dilaksanakan pada tahap ini. Apakah penilaian kinerja tersebut sudah dapat
mencapai tujuan dari diadakannya penilaian
kinerja atau belum. Apabila ternyata belum, maka harus dilakukan revisi atau
mendesain ulang sistem penilaian kinerja.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Penilaian
kinerja pegawai merupakan kesempatan periodik untuk melakukan komunikasi antara
orang yang menugaskan pekerjaan dengan orang yang mengerjakannya untuk
mendiskusikan apa yang saling mereka harapkan dan seberapa jauh harapan ini
dipenuhi.
Penyempurnaan yang dilakukan dimaksudkan untuk
meningkatkan kapasitas dari berbagai kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan
peluang yang ada sekaligus untuk menghindari berbagai ancaman dan untuk
meminimalisir bahkan mengeliminir berbagai kelemahan yang dimiliki.
Melalui sistem penilaian yang sempurna, diharapkan apa
yang menjadi tujuan dari penilaian itu sendiri bisa tercapai secara efektif,
sehingga bisa dihasilkan Aparatur Negara yang sempurna dan seimbang lahir
maupun bathinnya, yang ditandai dengan adanya tingkat kompetensi yang tinggi
dan perilaku yang mencerminkan seorang Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat. Adanya perilaku yang
baik dan tingkat kompetensi yang tinggi pada masing-masing individu, secara
langsung juga akan meningkatkan kompetensi organisasi atau instansi dimana
pegawai tersebut mengabdi.
Untuk mewujudkan akuntabilitas publik atau
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah agar dapat berjalan sesuai yang
diinginkan dan dicita-citakan bersama, harus disertai dengan upaya mewujudkan
akuntabilitas perilaku/tingkah laku baik personal (behavior) dan wajib
dilakukan oleh setiap entitas (institusi/organisasi) terhadap personalnya.
Penilaian
prestasi sebenarnya tidak hanya untuk kepentingan perubahan status Karyawan
(dari status percobaan/kontrak akan menjadi tetap) atau untuk kenaikan
jabatan saja. Tapi juga bisa untuk menentukan mutasi, demosi, kenaikan gaji
berkala (kalau ada), perhitungan insentif, bonus dan bentuk reward yang lain.
B. SARAN
Demikianlah makalah ini
dibuat semoga bermanfaat dalam menambah wawasan kita semua, penyusun
menyarankan pembaca untuk memberikan kritikan dan saran yang membangun untuk
kesuksesan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sondang P. Siagian, MPA, Prof, Dr, Manajemen Sumber
Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta, 1996
Malayu S.P. Hasibuan, Drs, Manajemen Sumber Daya
Manusia, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1994
Alex S. Nitisemito, Drs, Ec, Manajemen Personalia,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988
Lyle M. Spencer, Jr., and Signe M. Spencer, Competence
at Work Edition 1, Wiley, New York, 1993
Robert L. Mathis, John H. Jackson, Human Resource
Management Edisi 10, Terjemahan, Salemba Empat, Jakarta, 2006
Hamid Al Jufri, Suprapto, Manajemen Sumber Daya
Manusia Pendidikan, Smart Grafika, Jakarta, 2014
Contoh Penilaian Kinerja
Metode Penilaian Kinerja
Pengertian Penilaian Kinerja
Penilaian Kinerja Guru
Penilaian Kinerja Karyawan
Penilaian Kinerja Karyawan Perusahaan
Penilaian Kinerja Siswa